Beri Kuliah Umum, Pimpinan KPK Ajak Nonton Film

Reporter

Editor

Rini Kustiani

Kamis, 11 Oktober 2012 04:53 WIB

Bambang Widjojanto. TEMPO/Imam Sukamto

TEMPO.CO , Sumedang - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjoyanto memberikan kuliah umum bertema 'Korupsi dan Budaya' di kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Rabu 10 Oktober 2012.

Salah satu fokus kuliah yang juga dihadiri mahasiswa jurusan antropologi se-Indonesia ini adalah kontribusi keluarga dan lingkungan dalam menumbuhkan perilaku korupsi dan antikorupsi. Untuk mendukung tesis arti peranan keluarga tersebut, Bambang kemudian mengajak mahasiswa menyaksikan film pendek besutan sutradara Ine Febriyanti.

Hadirin menyaksikan bersama film berjudul "Selamat Siang, Risa." Film pendek kampanye antikorupsi berdurasi 15 menit itu diputar di kuliah umum, di Balai Sawala, Rektorat Universitas Padjajaran.

Merujuk keluarga Woko dan anak mereka Risa dalam film, Bambang memaparkan bahwa keluarga yang mampu meredam budaya permisif berkontribusi positif atas tumbuhnya sikap antikorupsi. "Kalau keluarganya permisif bagaimana anaknya nanti bisa tidak tahan untuk korupsi. Bahkan produksi kejahatan justru sebagian dibantu keluarga," katanya.

Bambang juga mengajak kepala keluarga atau calon kepala keluarga untuk mewaspadai peer group alias kelompok bermain anak di luar rumah. Pasalnya, hasil sejumlah studi menunjukkan jika peran peer group bisa menggantikan keluarga batih. Padahal sikap permisif dan koruptif juga acap ditularkan lewat peer group.

"Peer group bisa mengalahkan peran orang tua jika orang tua lebih dekat dengan teman kerja mereka, tetangga mereka, ketimbang dengan anak sendiri," kata peraih doktor ilmu hukum pidana dari Unpad ini. "Jadi keluarga antikorupsi itu harus dibangun, jangan sampai kehilangan orientasi. Karena keluarga kalau tak bisa menopang sikap antikorupsi bisa membahayakan."

Bambang juga memaparkan, jika sikap permisif yang didukung keluarga dan lingkungan ini bisa menumbuhkan sedikitnya 3 jenis korupsi. Ketiganya adalah korupsi terpaksa, korupsi memaksa, dan korupsi dipaksa. "Korupsi terpaksa karena didesak kebutuhan sering terjadi di kalangan ekonomi lemah. Ini permisivisme untuk kelangsungan hidup," katanya.

Yang lebih berbahaya, Bambang melanjutkan, adalah korupsi memaksa yakni yang biasa dilakukan justru oleh para pejabat dan orang-orang kaya. Jenis korupsi ini dipicu sikap permisif terhadap keserakakahan. "Dan yang paling bahaya adalah korupsi sistemik seperti banyak terjadi di masa orde baru. Ini korupsi politik memanfaatkan kewenangan publik untuk mengeluarkan keptusan dan peraturan yang membenarkan korupsi," katanya.

ERICK P. HARDI

Berita terpopuler lainnya:
Perwira Polisi Minta Maaf Setelah Curhat Soal KPK
KPK Sudah Pegang Bukti Keterlibatan Anas

Kisah Idola AKB48 yang Jadi Bintang Porno

Peraih Nobel Siswa Terbodoh Waktu SMA

10 Alasan Mengapa Desktop PC Belum Punah

Tewas Setelah Makan Kecoa

Anas Dinilai Tak Terlibat Korupsi PLTS

Berita terkait

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

5 jam lalu

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

Eks penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, menilai Nurul Ghufron seharusnya berani hadir di sidang etik Dewas KPK jika merasa tak bersalah

Baca Selengkapnya

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

7 jam lalu

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengaku tidak mengetahui ihwal penyidik meminta Bea Cukai untuk paparan dugaan ekspor nikel ilegal ke Cina.

Baca Selengkapnya

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

15 jam lalu

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

Alexander Marwata mengaku membantu Nurul Ghufron untuk mencarikan nomor telepon pejabat Kementan.

Baca Selengkapnya

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

1 hari lalu

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

Nurul Ghufron dinilai panik karena mempermasalahkan prosedur penanganan perkara dugaan pelanggaran etiknya dan menyeret Alexander Marwata.

Baca Selengkapnya

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

1 hari lalu

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

Menurut KPK, keluarga SYL dapat dijerat dengan hukuman TPPU pasif jika dengan sengaja turut menikmati uang hasil kejahatan.

Baca Selengkapnya

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

1 hari lalu

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

KPK mengatakan, kuasa hukum Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor seharusnya berperan mendukung kelancaran proses hukum.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

1 hari lalu

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

Nurul Ghufron menyebut peran pimpinan KPK lainnya dalam kasus dugaan pelanggaran kode etik yang menjerat dirinya.

Baca Selengkapnya

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

2 hari lalu

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

Wakil KPK Nurul Ghufron menilai dirinya menggugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta bukan bentuk perlawanan, melainkan pembelaan diri.

Baca Selengkapnya

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

2 hari lalu

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan perihal laporan dugaan pelanggaran etik yang ditujukan kepadanya soal mutasi ASN di Kementan.

Baca Selengkapnya

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

2 hari lalu

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

Nurul Ghufron mengatakan tak hadir dalam sidang etik Dewas KPK karena sengaja meminta penundaan sidang.

Baca Selengkapnya