Komisi Yudisial Usul Pengadilan Pajak Kembali ke MA
Reporter
Editor
Rabu, 28 Desember 2011 22:05 WIB
Petugas membagikan stiker sukseskan sensus pajak nasional kepada pengendara kendaraan bermotor di kawasan jalan Abdul Muis, Jakarta, Jumat (30/9). Sosialisasi tersebut dilakukan bersamaan dengan sensus pajak yang tengah dilakukan Kementerian Keuangan melalui Dirjen Pajak di berbagai tempat. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta -Komisi Yudisial menyarankan segera dilakukan reformasi penataan kelembagaan terhadap Pengadilan Pajak. Komisioner Komisi Yudisial Bidang Litbang, Jaja Ahmad Jayus menyebutkan fungsi pengadilan pajak harus dikembalikan dalam satu atap di bawah Mahkamah Agung.
"Dualisme kedudukan di bawah Kementerian Keuangan dan Mahkamah Agung menyebabkan lemahnya independensi dan eksistensi pengadilan pajak itu sendiri," kata Jaja Ahmad dalam konferensi pers hasil penelitian KY atas problematika pengadilan khusus, Rabu, 28 Desember 2011.
Menurut Jaja penerapan manajemen dua atap mengacaukan struktur organisasi dan independensi keberadaan hakim pajak. Selain itu pola rekrutmen hakim pajak yang cenderung tertutup menyebabkan jabatan hakim pajak didominasi pegawai dari lingkungan Ditjen Pajak dan Ditjen Bea dan Cukai. Hal ini menyebabkan dalam memproses perkara hakim pajak tidak bisa independen karena berhubungan dengan orang dari lembaga yang sama.
Untuk mencegah hilangnya independensi hakim pajak, Komisi Yudisial merekomendasikan agar pola rekrutmen hakim pajak menjadi lebih transaparan, akuntabel dan partisipatif dengan tidak hanya terpaku pada calon hakim pajak dari pegawai Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai. "Tentang persyaratan komposisi hakim pajak yang harus menguasai perpajakan, akuntansi dan hukum acara perlu dicari pola yang lebih komprehesif," usul Jaja.
Penelitian yang dilakukan Komisi Yudisial bersama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ini juga merekomendasikan agar pelaksanaan pengadilan pajak tidak hanya dilakukan di Jakarta. Alasannya jumlah perkara pajak makin lama makin banyak. Karenanya Komisi Yudisial menawarkan tiga alternatif pilihan. Pertama mendirikan kantor pajak permanen di daerah. Kedua membentuk kantor perwakilan pengadilan pajak di daerah semi permanen.
Cara ketiga bisa ditempuh dengan menyelenggarakan sidang pengadilan pajak di daerah secara reguler. "Kami merekomendasikan diperbanyak pengadilan pajak di daerah agar proses persidangan bisa berjalan cepat dan berbiaya rendah."
Di sisi lain Komisi Yudisial juga mendesak lahirnya transparansi dan keterbukaan informasi. Pengadilan pajak diminta membuka akses pada masyarakat terhadap informasi proses persidangan dan keputusan pengadilan. Sementara itu, proses pengawasan dalam penyelesaian sengketa pajak oleh MA, KY, dan kementerian keuangan juga harus sinkron satu dengan lainnya. "Semua lembaga harus membangun pengawasan yang melekat terhadap kemungkinan penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran kode etik oleh hakim."