Pernyataan tersebut diutarakan salah seorang penasehat hukum sembilan terdakwa kasus Trisakti, Hotma Sitompoel saat membacakan nota keberatan (replik) di persidangan Mahkamah Militer II-08, Jakarta Timur, Kamis (28/6).
Hotma menjelaskan, suatu perbuatan dinyatakan sebagai pelanggaran HAM berkategori berat jika dilakukan secara sistematik, meluas dan ditujukan pada golongan tertentu. Kasus yang demikian, kata Hotma dapat diajukan ke Pengadilan HAM. Akan halnya dengan kasus yang ditanganinya saat ini, sarat dengan kepentingan politis, sehingga terdakwa dijadikan ‘tumbal hukum’ atau ‘tumbal politik’ dalam pembacaan replik selama satu setengah jam.
Tim penasehat hukum terdakwa menganggap dakwaan oditur militer tidak cermat dan lengkap. Dakwaan yang tidak dimengerti oleh para terdakwa itu tidak cermat menguraikan fakta kejadian. Terdakwa, ujar Hotma, tidak tahu siapa yang menembak dan mengenai siapa. Mereka juga tidak mengetahui peluru siapa yang menewaskan empat mahasiswa Universitas Trisakti saat berunjuk rasa di kampusnya.
Menurut tim penasehat hukum, kliennya tidak bisa dipidanakan karena ketika itu, yang dilakukan hanyalah melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa berwenang. Begitu pun dengan tindakan pembelaan diri yang terpaksa dilakukan oleh para terdakwa ketika itu. Menurut pasal 51 dan 49 KUHP, tindakan para terdakwa harus dilepaskan dari proses pidana.
Tim oditur militer yang diketuai oleh Letnan Kolonel CHK Taufik Rahman, tidak memberikan tanggapan langsung. Jawaban atas replik akan disampaikan pada sidang berikutnya. Majelis hakim yang diketuai oleh Letkol Laut (KH) A.R Tampubolon dan dibantu Letkol CHK Anton R. Saragih (hakim anggota I), dan Letkol Laut (KH/W) Sinoeng Harjanti (hakim anggota II) memberi waktu lima hari bagi oditur militer.
Sidang yang mendapat pengawalan ketat itu kali ini tidak banyak dihadiri mahasiswa Trisakti seperti ketika sidang pertama kali digelar. Ibu korban, Hendrawan Sie, yang berkunjung ke persidangan menyatakan pesimis melihat jalannya persidangan. Menurutnya, semua pihak hanya ingin mencari selamat. “Tidak ada yang memperhatikan korban, rasanya (mereka) seperti tidak punya anak saja,” kata dia dengan nada datar.
Pihak oditurat sedianya akan mengajukan sebelas orang sebagai terdakwa. Namun, dua diantaranya dinyatakan meninggal dunia dan disersi. Kesembilan terdakwa yang dihadirkan adalah Iptu Erick Kadir Sully, Briptu Raul Da Costa, Bharatu Suparwanto, Briptu Joko Irwanto, Briptu Tedy Iskandar, Briptu Anang Yulianto, Briptu Cahyo Nugroho, Bharatu Langgeng Sugiarto, dan Bharatu Santoso. (Dede Ariwibowo)