TEMPO Interaktif, Jakarta - Abu Bakar Baasyir ternyata punya pendapat sendiri soal Islam garis keras dan penggulingan Pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Selain tak setuju penyebutan Islam garis keras, Baasyir juga tak mau melakukan makar.
"Saya tak keberatan dengan SBY. Tapi saya keberatan dengan sistemnya. Kalau Yudhoyono mau kembali ke Islam, silakan mengatur negaranya. Tidak perlu diganti," kata Baasyir sebelum menjalani sidang teroris di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis 24 Maret 2011.
Seperti diberitakan, televisi berita yang berbasis di Qatar Al Jazeera, edisi Selasa 22 Maret 2011 menurunkan laporan investigasi berjudul "Plot to Topple Indonesian President Uncovered" atau Plot untuk Menggulingkan Presiden Indonesia Terbongkar'.
Laporan ekslusif ini menceritakan temuan Al Jazeera tentang sejumlah jenderal purnawirawan yang secara rahasia telah mendukung kelompok-kelompok Islam garis keras untuk menumbangkan kekuasaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Termasuk di dalamnya, menyokong seorang ketua front Islam setempat untuk mengorganisir penyerangan di Cikeusik, Pandeglang, Banten. Diduga kuat, kata Al Jazeera, penyerangan ini dilakukan secara sistematis.
"Jenderal-jenderal ini menggunakan grup Islam garis keras untuk menggulingkan Presiden Yudhoyono, karena mereka menganggap SBY terlalu lemah dan terlalu reformis," demikian dilaporkan koresponden Al Jazeera, Step Vassen, dalam rekaman yang ditayangkan Selasa malam, 22 Maret 2011.
Video Al Jazeera juga menayangkan daftar "Dewan Revolusi Islam" yang beredar di Internet. Tertera di situ, dewan ini dipimpin oleh Abu Bakar Ba'asyir sedangkan Tyasno Sudarto menjabat sebagai Menteri Koordinator Politik dan Keamanan.
Baasyir mengaku tak tahu siapa yang dimaksud Dewan Revolusi Islam. Ia mengaku baru tahu soal isu itu setelah dikonfirmasi dan membaca pemberitaan di berbagai media.
Menurut Ba'asyir, yang terpenting bukanlah mengganti Presiden atau pemimpin lainnya. Namun mengganti sistem yang ada di negara ini menjadi hukum Islam. "Tapi jangan sampai kudeta itu dalam rangka merebut kekuasaan. Tidak ada gunanya. Yang penting ganti sistem. Siapa yang memimpin silakan," ujar Ba'asyir.
Ba'asyir menegaskan sekali lagi, persoalan saat ini bukan terletak pada sosok SBY, melainkan masalah sistem."Kalau SBY masih bukan pakai sistem Islam ya sama saja. Jadi yang penting ganti sistem bukan ganti rezim. Terserah sampai kapan SBY ngatur negara. Saya ga keberatan asal pakai hukum Islam." ujarnya.
Menurut Ba'asyir, orang Islam batal syahadat dan haram hukumnya tinggal di negara yang tidak menganut sistem pemerintahan Islam. Karena itu, seharusnya umat Islam bangkit dan membela Islam, entah nantinya kalah atau menang.
"Persoalannya sudah menyangkut keyakinan, bukan politik. Paham, nggak? Ini memang yang sejak dulu yang ditakuti thoghut (hal yang menyekutukan Allah) itu," kata pengasuh Pondok Pesantren Al Mukmin, Ngruki, Sukoharjo.
ISMA SAVITRI