Koordinator Indonesia Corruption Watch Danang Widoyoko mengaku tidak kaget dengan dugaan adanya makelar kasus di sekitar Komisi Pemberantaran Korupsi (KPK). Alasannya, staf di lembaga antikorupsi tersebut sebagian besar berasal dari kepolisian dan kejaksaan, dua lembaga yang selama ini juga sering dikaitkan dengan keberadaan makelar kasus.
“Kita tidak kaget. Sebab, staf di KPK kan berasal dari kepolisian dan kejaksaan, lembaga yang selama ini juga dinilai bermasalah,” katanya saat dihubungi Tempo, Selasa (9/3). “Ini menjadi persoalan, kita harus bongkar, ” Danang menambahkan.
Laporan utama yang ditulis Majalah Berita Mingguan Tempo pekan ini mengangkat isu tentang bergentayangannya makelar kasus di KPK. Dua nama yang diduga sebagai makelar itu adalah Yudi Prianto, anak Bibit Samad Rianto, salah satu Wakil Ketua KPK, Direktur Penyidikan KPK Ade Rahardja dan Ary Muladi, pengusaha asal Surabaya yang dikenal bisa membantu "menangani" kasus. Namun, mereka membantah tudingan itu.
Saat dimintai konfirmasi oleh Tempo, Ade Rahardja, menyatakan makelar-makelar yang menyebut namanya hanya mengarang cerita agar bisa memeras para tersangka korupsi. "Kalau benar saya makelar kasus, sudah sugih (kaya) dong saya?" ujar Ari Muladi. Sedangkan Yudi mengaku menyesal terlibat dalam lingkaran makelar kasus. “Menyesal banget. Saya tak menyangka bakal begini...”.
Terkait dugaan adanya makelar kasus di KPK, apalagi menyingung nama-nama petingginya, Danang menegaskan perlunya dilakukan pemeriksaan serius di tubuh KPK. Namun, ia meragukan hasilnya jika pemeriksaan tersebut hanya dilakukan oleh tim internal KPK. “Pemeriksaan internal terbukti tidak efektif,” kata Danang, “Perlu melibatkan Komisi Etik.”
Persoalannya, menurut dia, Komisi Etik biasanya bersifat ad hoc alias tidak permanen. Sebab itu, Danang mengusulkan adanya Komisi Etik yang bersifat permanen. “Dengan begitu, Komisi Etik bisa dengan cepat memberikan tanggapan dan melakukan pemeriksaan bila ada laporan negatif terhadap orang-orang KPK,” katanya.
DWI WIYANA