Tak Digubris Gubernur, Ecoton Surati Menteri Pekerjaan Umum
Jumat, 4 Desember 2009 13:46 WIB
"Selama ini, tak ada upaya serius dari pemerintah provinsi," kata Direktur Eksekutif Ecoton, Prigi Arisandi.
Kata Prigi, sungai Brantas sejak 2006 telah ditetapkan Pemerintah melalui PP 42 tahun 2008 tentang pengelolaan sumberdaya air menjadi sungai strategis nasional. Penetapan ini dilakukan karena kontribusi Daerah Aluran Sungai (DAS) Brantas dinilai sangat tinggi pada stok pangan nasional.
Sungai yang memiliki panjang 320 kilometer ini setidaknya mampu mengaliri persawahan mulai dari Malang hingga Surabaya. Dari aliran sungai ini setidaknya bisa dihasilkan stok pangan hingga 9 juta ton beras pertahun atau sebesar hampir 18 persen dari stok pangan nasional.
"Penetapan sebagai sungai strategis ini tidak dibarengi dengan kewenangan pengawasan, sehingga kerusakan di DAS Brantas sangat serius," kata Prigi.
Hasil investigasi yang dilakukan Ecoton, menyebutkan, kerusakan DAS Brantas terjadi mulai dari hulu dengan hilangnya kawasan resapan air. Hal ini terjadi akibat alih fungsi lahan yang menyebabkan penyusutan jumlah mata air.
Di daerah Toyomerto hingga Gunung Arjuno dan Sumberadem hingga Gunung Kawi misalnya, menunjukkan jika seluruh sumber air yang ada saat ini telah mengecilnya bahkan cenderung mati.
"Bahkan sumber mata air terbesar di Sumberbrantas Batu, dalam dua tahun terakhir menyusut hingga 50 persen," ujar Prigi.
Di Batu sendiri, akibat alih fungsi hutan lindung menjadi lahan produksi sejak tahun 1990-an, ada 11 mata air mengering. Sedangkan 46 mata air mengalami penurunan debit dari 10 meter kubik perdetik menjadi kurang dari 5 meterkubik perdetik.
Bahkan, dari pemantauan kualitas air di enam gunung yang menjadi sumber utama sungai Brantas, empat sumber air dinyatakan telah tercemar dan hanya dua sumber air yang tidak tercemar.
Tak cukup disitu, di kawasan hilir, sungai Brantas setidaknya digerojok 330 ton limbah cair perhari yang 63 persen diantaranya berasal dari limbah domestik dan 37 persen berasal dari limbah industri.
ROHMAN TAUFIQ