TEMPO Interaktif, Malang - Kepala Komando Rayon Militer Dampit, Kapten Siswandi membantah menduduki perkebunan Kalibakar. Menurutnya, 20 personil yang disiagakan sejak sepekan terakhir bertujuan mengamankan rencana sosialisasi kelompok kerja sengketa lahan Pemerintah Kabupaten Malang. Serta program kemitraan yang digagas PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XII bersama warga. "Saya mendapat perintah dari Komandan Kodim (Komando Distrik Militer)," katanya, Selasa (3/11).
Mereka ditugaskan selama 20 hari bermarkas di bekas kantor perkebunan Kalibakar seluas 10 hektare. Setiap hari, katanya, aktifitas yang dilakukan di antaranya olah raga keliling kawasan perkebunan. Serta membersihkan perkantoran yang tak terpakai sejak 10 tahun terakhir. Serta melakukan sosialisasi dengan warga setempat. Tujuannya, untuk memudahkan kelompok kerja sengketa tanah Pemerintah Kabupaten Malang.
"Saya hanya menjalankan tugas baru empat bulan di sini, saling berkenalan dengan warga," jelasnya. Ia membantah jika kegiatan yang dilakukannya meresahkan warga serta bersenjata. Selama ini, kata Siswandi, masyarakat setempat menyambutnya dengan ramah. Apalagi, lokasinya juga masih berada di wilayah Koramil Dampit.
Lahan perkebunan Kalibakar menjadi sengketa antara warga tujuh Desa di Kecamatan Dampit, Tirtoyudo dan Ampelgading dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XII. Sengketa ini terjadi sejak 1998, warga membabati perkebunan coklat dan cengkeh seluas 2040 hektare. Lantas, warga menanaminya dengan tanaman semusim seperti songkong, tebu dan jagung.
Kepala Desa Kepatihan, Sujatmiko, mengaku jika lahan tersebut milik nenek moyang warga tujuh Desa yang bermukim di sekitar perkebunan Kalibakar. Sujatmiko mengaku memiliki bukti kuat yang menunjukkan lahan tersebut milik masyarakat setempat. Dibuktikan dengan surat kepemilikan tanah yang ditandatangani oleh Wedono setempat tahun 1951-1963. "Bukti tersebut tersimpan rapi di kantor pemerintah Desa Kepatihan," ujarnya.
Mereka menginginkan tanah tersebut diresditribusikan kepada empat ribu warga yang menggarap lahan bekas perkebunan coklat dan cengkeh yang sebelumnya PTPN XII. Setiap warga masing-masing menggarap lahan antara 3 ribu-5 ribu meter persegi. Mereka juga mengaku memiliki bukti jika hak guna usaha yang dimiliki PTPN XII cacat hukum. Sebab, batas lahan dalam hak guna usaha tersebut tak sesuai dengan kenyataan di lapangan.
EKO WIDIANTO