TEMPO Interaktif, Jember - Meskipun mayoritas umat Islam dan pemerintah Indonesia telah menetapkan awal puasa Sabtu (22/8) besok, namun ribuan umat Islam di Desa Suger Kidul Kecamatan Jelbuk Kabupaten Jember telah mulai berpuasa hari ini, Jumat (21/8).
Sebagai tanda mengawali puasa, mereka melakukan salat tarawih berjamaah di pondok pesantren Mafilud Dhiroor dan 10 mesjid di desa setempat, Kamis (20/8) tadi malam. "Menurut hitungan kami, hari ini adalah awal Ramadhan," kata pengasuh Pondok Pesantren Mafilud Dhiroor KH. Ali Wafa, disela acara pelantikan anggota DPRD Jember, Jumat (21/8) pagi.
Ali Wafa yang juga ketua DPC PPP Kabupaten Jember itu menambahkan, perbedaan penentuan awal Ramadan dengan pemerintah dan ormas lain itu, tidak harus dipermasalahkan. "Sama saja dengan penentuan satu Syawal atau Idul Fitri dan penetapan Idul Adha. Itu masalah 'khilafiyah'. Dalam Islam Ikhtilaf bukan masalah atau konflik. Perbedaan itu adalah rahmat," katanya.
Pondok pesantren Pondok Pesantren Mafilud Dhiroor telah bertahun-tahun melakukan keyakinan yang berbeda dalam soal penetapan awal puasa, Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Idul Adha. Segenap penghuni dan juga alumni pondok shalaf itu meyakini dan menggunakan sistem "khumasi" (dari bahasa Arab, yang berarti lima/khomsatun), yang berdasarkan pada kitab 'Nazahatul Majaalis', karangan Syeh Abdurrohman As Shufuri As Syafi'i.
Dengan sistem perhitungan 'khumasi' itu, penentuan awal puasa Ramadhan bisa ditentukan dengan cara menghitung lima hari dari hari raya Idul fitri tahun sebelumnya. "Hasilnya, penentuan awal puasa dan idul Fitri selalu sama dengan yang terjadi di Mekkah," tambah KH Ali Wafa.
Meskipun selalu 'berbeda' setiap tahun, warga dan alumni pondok pesantren shalaf yang berdiri tahun 1826 itu pernah menetapkan awal puasa yang bersamaan dengan mayoritas umat Islam di tanah air. "Tahun 1988 dan 1994, kita mengawali puasa sama dengan ketetapan pemerintah," kata Ali Wafa.