Kebijakan Selama Era Jokowi Dinilai Belum Mampu Dongkrak Kualitas Pendidikan

Minggu, 20 Oktober 2024 08:26 WIB

Ilustrasi kegiatan Pembelajaran Tatap Muka (PTM). ANTARA/Asprilla Dwi Adha

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Bidang Advokasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Iman Zanatul Haeri heran dengan sikap pemerintah yang baru meluncurkan Peta Jalan Pendidikan 2025-2045. Baru diluncurkannya cetak biru pendidikan nasional itu menunjukkan kebijakan pendidikan selama lima tahun terakhir berjalan tanpa arah dan kurang visioner.

“Kebijakan pendidikan pada akhirnya hanya merespons. Skor PISA (Program for International Student Assessment) turun, hanya direspons dengan pelatihan,” kata Iman saat dihubungi, Jumat 18 Oktober 2024.

Kemendikbudristek sebelumnya sudah pernah menyelesaikan draf Peta Jalan Pendidikan 2020-2035 pada 2020. Namun, Peta Jalan Pendidikan itu diprotes berbagai pihak karena menghilangkan frasa ‘agama’ dari Visi Pendidikan Indonesia 2035. Belakangan, Kemendikbud sudah membantah menghilangkan frasa agama. Tetapi, sejak saat itu, Kemendikbudristek tak kunjung meresmikan peta jalan pendidikan tersebut.

Baru pada Kamis 11 Oktober 2024, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) meluncurkan Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2025-2045. Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan, Kementerian PPN/Bappenas, Amich Alhumami, mengatakan, ada empat pilar dalam peta jalan pendidikan itu.

Pertama, mencakup akses pendudukan berkeadilan. Kedua, mutu pendidikan yang holistik dan kontekstual, ketiga relevansi pendidikan dengan tujuan pembangunan nasional. Pilar keempat tata kelola pendidikan yang partisipatif dan akuntabel.

Iman mengatakan, peta jalan pendidikan itu terlambat. Sejumlah kebijakan pendidikan sudah terlanjur berjalan tanpa arah. Hal itu membuat peningkatan kualitas pendidikan tak memberikan hasil maksimal. Salah satu penyebabnya, implementasi program Merdeka Belajar seperti kurikulum merdeka berjalan tak maksimal.

Kurikulum Merdeka

Mendikbudristek, Nadiem Makarim, memberlakukan Kurikulum Merdeka pada 2022. Kurikulum ini sebelumya sudah disiapkan sejak 2020. Kurikulum ini kemudian diterapkan secara bertahap pada 3000 sekolah sejak 2021.

Pada 2023, ada 309.149 sekolah terdaftar sudah mengimplementasikan Kurikulum Merdeka. Pemerintah lantas memutuskan Kurikulum Merdeka resmi menjadi kurikulum nasional mulai 26 Maret 2024.

Kurikulum ini digadang-gadang berpusat pada siswa. Kurikulum ini memberikan kebebasan kepada guru untuk menerapkan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa. Pun mempermudah guru karena diklaim menyederhanakan beban administrasi.

Iman Zanatul Haeri, menilai, capaian Kurikulum Mereka dapat dilihat dari Indeks Sumber Daya Manusia (HCI) Indonesia. HCI merupakan pengukuran tahunan yang disusun oleh Bank Dunia. Salah satu komponen yang dilihat untuk menghitung HCI adalah kuantitas dan kualitas pendidikan.

HCI Indonesia pada 2022 mendapatkan skor 54 persen. Skor ini menempatkan Indonesia berada peringkat 96 dari 174 negara. Skor ini lebih rendah dibandingkan Singapura sebesar 88 persen dan Palestina sebesar 58 persen. "Kita kalah dengan Palestina. Padahal, kita dalam kondisi damai," kata Iman.

Selain HCI, capaian kurikulum merdeka dapat dilihat pada skor Program for International Student Assessment (PISA). Skor PISA didasarkan pada tiga aspek yaitu Matematika, Membaca, dan Sains. Pada 5 Desember 2023, OECD melaporkan hasil skor PISA Indonesia periode 2022 yang hasilnya turun cukup dalam dibandingkan skor 2018. Penurunan skor terjadi di seluruh indikator yakni kemampuan Matematika, Membaca, dan Sains sebesar 12-13 poin.

Iman mengatakan, hasil tersebut menunjukkan Kurikulum Merdeka belum mampu meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia. Kurikulum Merdeka, kata Iman, sulit dipahami dan diimplementasikan oleh para guru. Imam mencontohkan penerapan kurikulum merdeka dalam pembelajaran.

Kurikulum Merdeka mendorong penyederhanaan pembelajaran. Misalnya, bobot pembelajaran yang semula delapan bab dikurangi menjadi 6 bab. Penyederhanaan ini, kata Iman, karena Kurikulum Merdeka menekankan proses pembelajaran. Siswa lantas difokuskan melakukan projek. “Projek itu bentuknya Kokurikuler. Jadi dia mengambil jam pelajaran tapi melakukan projek,” kata Iman.

Imam mengatakan, projek siswa itu bentuknya bermacam-macam salah satu bentuknya pameran. Menurut Iman, konsep itu sebetulnya bagus. Namun, tidak semua guru bisa menerapkannya. “Ketika dijalankan. Bukannya anak menjalankan projek. Malah jam kosong. Ini karena guru tak mengerti kurikulum merdeka,” kata Iman.

Kurangnya pemahaman guru, kata Iman, karena tak ada sosialisasi pembelajaran Kurikulum Merdeka. Sosialisasi kurikulum merdeka biasanya dilakukan melalui Platform Merdeka Mengajar (PMM). PMM menyediakan berbagai materi dan video untuk memahami kurikulum merdeka. Namun, PMM ini tidak cukup. Guru membutuhkan pelatihan yang dibuat pemerintah. “Sayangnya ini jarang dilakukan,” kata Iman.

Pemerintah, kata Iman, sebetulnya memiliki program guru penggerak sebagai bagian dari episode Merdeka Belajar. Guru penggerak adalah program pendidikan kepemimpinan bagi guru untuk menjadi pemimpin pembelajaran. Guru penggerak diharapkan dapat menyebarkan praktik baik kepada guru lain.
Namun, kata Iman, program guru penggerak ini tidak berjalan efektif. Para guru yang ikut program itu kerap kali meninggalkan kelas karena ikut pelatihan ke kementerian.

Program guru penggerak, kata Iman, juga diskriminatif. Hanya beberapa guru saja yang bisa mengikuti itu. Padahal, Iman mengatakan, peningkatan kapasitas guru tidak boleh diskriminatif. Hal ini tertuang dalam UU 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. “Semua guru berhak meningkatkan kapasitas,” kata Iman.

Iman mengatakan, guru sebetulnya memiliki program peningkatan kapasitas melalui Pendidikan Profesi Guru (PPG). Guru wajib mengikuti PPG. Hal itu tertuang dalam UU Guru dan Dosen. Namun, kata Iman, pemerintah justru memprioritas guru penggerak. “Padahal dasar hukum guru penggerak sekedar peraturan menteri. Harusnya PPG diprioritaskan karena dasarnya UU,” kata Iman.

Kelemahan lain, Kurikulum Merdeka kerap mengganti Capaian Pembelajaran (CP). CP adalah kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik di akhir setiap fase pembelajaran. Sejak 2020 sampai sekarang, sudah tujuh kali CP yang diganti oleh pemerintah.

Dalam mata pelajaran sejarah misalnya, kata Iman, materi manusia purba mulanya ditujukan untuk siswa SMA kelas 10. Namun, tahun berikutnya, materi itu diperuntukan untuk siswa SMP. Masalahnya, perubahan itu dilakukan satu bulan sebelum tahuh ajaran baru. Keadaan itu membuat guru tidak mempersiapkan materi ajar dengan baik. “ Bagaimana guru mau menciptakan kestabilan mengajar kalau ada perubahan terus?” kata Iman.

Kelemahan lain dari Kurikulum Merdeka, kata Iman, tidak semua guru bisa menerapkan itu. Banyak guru yang mengajar di daerah kesulitan untuk mempelajari kurikulum merdeka. Satu-satunya mempelajari kurikulum merdeka melalui PMM. Hal itu menjadi hambatan karena banyak daerah yang kesulitan mendapatkan sinyal bahkan teknologi.

Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi, Universitas Negeri Semarang (Unnes) Edi Subkhan, mengatakan, Kurikulum Merdeka merupakan salah satu kebijakan Nadiem yang patut diapresiasi. Alasannya, kurikulum ini memiliki banyak penekanan ke pembelajaran esensial, berpusat pada siswa, fleksibilitas kurikulum, penekanan pada literasi, numerasi, karakter, dan orientasi lainnya yang penting untuk dikuasi di Abad 21.

Namun, Edi menilai, kurikulum ini memiliki sejumlah kelemahan. Sejak awal dirumuskan, kurikulum merdeka kurang melibatkan berbagai pihak dalam perumusan. Kurikulum Merdeka juga kurang dikuasai guru. Hal ini karena pelatihan terlalu bertumpu pada PMM.

“Memang ada program guru penggerak, sekolah penggerak, juga ada Balai Besar Guru Penggerak di banyak tempat. Namun sejauh ini saya misalnya ketika penelitian mendapati guru yang masih perlu pendampingan dan pelatihan yang langsung secara tatap muka secara intensif. Ini yang tidak tersedia,” kata Edi dalam keterangannya, Sabtu 19 Oktober 2024.

Edi mengatakan, Kurikulum Merdeka mendorong guru supaya tak membuat murid tidak tinggal kelas, peniadaan Ujian Nasional, hingga sistem zonasi. Sejumlah hal itu, kata Edi, disinyalir membuat kemampuan numerasi dan literasi murid menjadi rendah.

Dengan kondisi itu, Edi menilai, kurikulum merdeka perlu dievaluasi secara komprehensif. Menteri pendidikan baru harus mengambil kebijakan itu. Namun, Edi tidak ingin kembali ke Kurikulum 2013. Kurikulum Merdeka tetap perlu dilanjutkan karena ada beberapa hal positif yang perlu dipertahankan. “Dasar teorinya cukup kuat. Meski terkadang tidak terjelaskan dengan baik dan tidak teroperasionalkan dengan baik,” kata Edi.

Selanjutnya: Masalah PPDB hingga UKT...
<!--more-->

Sementara itu, Koordinator Nasional (Koornas) Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menyoroti kinerja pemerintah dalam menyelenggarakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) selama ini. PPDB selama bertahun-tahun selalu mengalami masalah sama. Permasalahan tersebut bahkan terjadi pada semua jalur: zonasi, prestasi, perpindahan orang tua, dan afirmasi. Namun, kata Ubaid, pemerintah belum optimal dalam menyelesaikan masalah yang muncul. “PPDB akan terus bermasalah bila akar masalahnya belum diselesaikan,” kata Ubaid saat dihubungi, Jumat 18 Oktober 2024.

Berdasarkan data JPPI, ada sebanyak 162 laporan masalah PPDB 2024 per Juni 2024. Masalah itu mulai dari tipu-tipu nilai di jalur prestasi sebanyak 42 persen, manipulasi Kartu Keluarga di jalur zonasi sebanyak 21 persen, mutasi sebanyak 7 persen, ketidakpuasan orang tua di jalur afirmasi sebanyak 11 persen, dan dugaan gratifikasi sebanyak 19 persen.

Sementara itu, Ombudsman RI menerima sekitar 467 aduan masyarakat pada 2024. Laporan ini terkait dengan dugaan kecurangan masalah di hampir setiap jalur PPDB: prestasi, zonasi, dan afirmasi.

Dari aduan masyarakat yang diterima Ombudsman, dugaan maladministrasi didominasi penyimpangan prosedur sebesar 51 persen, tidak memberi layanan 13 persen, tidak kompeten 12 persen, diskriminasi sebesar 11 persen, penundaan berlarut sebanyak 7 persen, permintaan imbalan uang, barang dan jasa sebanyak 2 persen, tidak patut sebanyak 2 persen, dan penyalahgunaan wewenang sebanyak 2.

Advertising
Advertising

Menurut Ubaid, PPDB memiliki masalah struktural. Ada kekurangan bangku sekolah hampir rata di semua daerah Indonesia. Kekurangan bangku itu membuat orang tua melakukan berbagai macam cara supaya anaknya bisa masuk sekolah.

Masalah PPDB, kata Ubaid, juga disebebkan karena kualitas guru hingga fasilitas tiap sekolah yang berbeda. Perbedaan itu memunculkan pandangan sekolah favorit. Keadaan itu akan membuat orang tua melakukan berbagai upaya untuk memasukkan anaknya ke sekolah favorit. “Makanya banyak orang tua yang memalsukan dokumen supaya bisa masuk sekolah itu,” kata Ubaid.

Ubaid pun mendorong pemerintah mengubah sistem PPDB. Sistem PPDB harus menerapkan sistem adil. Sistem itu tak boleh membeda-bedakan anak.

UKT

Selain masalah PPDB, Ubaid menyoroti kebijakan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Ubaid mengatakan, hanya 6 persen orang Indonesia yang bisa mengakses pendidikan tinggi. Penyebabnya, kata Ubaid, pendidikan tinggi sudah menjadi barang mahal. Biaya pendidikan melalui UKT sudah menutup akses itu. “UKT sekarang mahal. Ini artinya, pemerintah belum meletakkan pendidikan sebagai hak warga negara. Sehingga hanya warga tertentu yang bisa menikmati,” kata Ubaid.

Biaya pendidikan yang mahal itu sempat diprotes oleh mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi negeri pada Mei 2024 lalu. Kala itu, sejumlah perguruan tinggi negeri menaikkan biaya UKT calon mahasiswa angkatan 2024. Dasar kenaikan itu Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada Perguruan Tinggi Negeri di lingkungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

Unsoed menjadi salah satu kampus yang menaikkan UKT hingga 100 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Akibat protes itu, Nadiem Makarim, membatalkan kenaikan UKT pada 27 Mei 2024. Ia juga menunda pemberlakuan permendikbudristek 2/2024. Nadiem mengatakan, ada kemungkinan permendikburistek itu akan berlaku pada 2025.
Ubaid mengatakan, akar masalah kenaikan UKT karena kebijakan pemerintah yang memberikan status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum atau PTN BH kepada kampus negeri.

Menurut Ubaid, kampus yang menyandang status itu diberikan otonomi untuk mengelola keuangan. Dengan adanya status itu, perguruan tinggi negeri tidak lagi mendapatkan subsidi dari pemerintah. Kampus, kata Ubaid, dituntut mandiri mencari sumber dana lain untuk membiayai operasional. Masalahnya, banyak kampus yang tak mendapatkan pendapatan dari bisnis. Untuk menutupi operasional, kampus kemudian menaikkan UKT. “Ini bentuk lepas tangan pemerintah,” kata Ubaid.

Ubaid lantas meminta pemerintah untuk mencabut status PTN BH. Pemerintah, kata Ubaid, harus kembali memberikan subsidi kepada kampus. Sehingga, akses masyarakat untuk bisa kuliah terbuka lebar.

Perundungan

Selain sejumlah masalah itu, pemerintah juga tidak aktif dalam upaya mencegah kekerasan di sekolah. Komisioner KPAI Klaster Pemenuhan Hak Anak Aris Adi Leksono, mengatakan, kasus kekerasan di satuan pendidikan meningkat tiap tahun.

Berdasarkan data KPAI, ada 3.883 aduan pelanggaran hak dan perlindungan anak selama periode 2023. Dari jumlah itu, ada 1.866 kasus yang terdiri dari kasus anak korban kejahatan seksual, anak korban kekerasan fisik dan atau psikis (anak sebagai korban penganiayaan) dan anak berhadapan dengan hukum. Tercatat pula 329 kasus perundungan di satuan pendidikan.

Secara keseluruhan, aduan pelangggaran pada 2023 mengalami penurunan dibandingkan pada 2022 yaitu sebanyak 4.683. Namun, jumlah kasus kekerasan pada 2023 lebih tinggi bila dibandingkan data 2022. Data 2022 mencatat, ada 834 kasus kekerasan seksual dan 429 kasus perundungan di sekolah.

Aris mengatakan, satuan pendidikan belum optimal dalam melakukan pencegahan dan merespons kekerasan terhadap anak. Kemendikbud sebetulnya sudah meminta sekolah membentuk tim Pencegahan Penanganan Kekerasan. Pembentukan tim ini merupakan amanat Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Namun, kata Aris, kerja tim tersebut belum optimal. “Baru sebatas SK (Surat Keputusan),” kata Aris ketika dihubung, Sabtu 19 Oktober 2024.

Menurut Aris, pembentukan tim tersebut belum dibarengi dengan pemberian bimbingan teknis (bimtek) oleh pemerintah. Tim, kata Aris, belum dibekali cara melakukan sosialisasi dan edukasi kepada warga sekolah. Belum ada juga pembekalan dalam penanganan bila terjadi kasus kekerasan.

Padahal, Aris menilai, sekolah ramah anak penting untuk mencapai visi generasi emas 2045. Belum maksimalnya pencegahan kekerasan juga akan terus mempertahankan siklus kekerasan di sekolah. Karena itu, Aris meminta pemerintah untuk membuat program yang bisa menggerakan satuan pendidikan. Program itu harus membuat satuan pendidikan peduli dalam melakukan langkah pencegahan terhadap kekerasan.

“SDM satuan pendidikan harus diberi bekal bagaimana mendeteksi dini potensi anak menjadi korban atau pelaku kekerasan,” kata Aris. “Setelah itu, harus langsung diantisipasi,” lanjut Aris.

Seminggu sebelum tulisan ini diunggah, Tempo sudah mengirimkan surat permohonan wawancara beserta draf wawancara kepada Sekretaris Jenderal Kemendikbud-Ristek, Suharti; Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek Iwan Syahril; Kepala Badan Standar Kurikulum Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbud Ristek Anindito Aditomo; dan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi, Abdul Haris. Namun, keempatnya tak merespons permohonan wawancara yang dikirimkan.

Tempo juga sudah menghubungi melalui pesan dan telepon kepada empat orang tersebut. Namun, keempatnya tidak merespons Tempo hingga berita ini diturunkan.

Adapun Anindito sebelumnya mengatakan, keberadaan Kurikulum Merdeka juga dilandasi berbagai regulasi dan kebijakan yang kuat. Itu mulai dari diterbitkannya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) No. 12 Tahun 2024, peraturan yang ada di daerah, bahkan peraturan Presiden.

"Kemudian paling penting manfaat yang sudah dirasakan, ini yang mendorong pemerintah selanjutnya untuk melanjutkan. Karena manfaatnya sudah dirasakan begitu banyak sekolah, anak murid, dan guru," kata Anindito, Maret 2024 lalu.

Pada kesempatan berbeda, Anindito mengatakan, akar masalah PPDB ada dua, yaitu kurang daya tampung sekolah negeri dan ketimpangan kualitas antar sekolah. "Menghapus jalur zonasi bukan menyelesaikan masalah itu," kata Anindito dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi X DPR, Rabu, 10 Juli 2024.

Masalah itu, kata Anindito, dapat diselesaikan dengan menggandeng sekolah swasta untuk meningkatkan daya tampung. Kemendikbudristek juga secara bertahap berupaya menyetarakan kualitas pendidikan.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kemendikbhdristek Suharti, mengatakan, penetapan mekanisme jalur zonasi diserahkan kepada masing-masing daerah. Ada daerah yang menggunakan jalur zonasi dengan mempertimbangkan jarak atau wilayah administrasi. Semua itu berdasarkan kesepakatan pemerintah daerah dan sekolah.

"Sementara kami mendampingi supaya mengurangi ada kesalahan," kata Suharti, Maret 2024 lalu.

Perihal masalah UKT, Abdul Haris, sebelumnya mengatakan, penambahan porsi anggaran pendidikan untuk Kemendikbudristek bisa menambah Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN). Tambahan bantuan itu akan mencegah kampus menaikkan UKT.

"Peningkatan BOPTN tentu berdampak bagi perguruan tinggi tidak menaikkan UKT," kaya Abdul Haris, Sabtu 15 Juni 2024.

Abdul Haris, Kemendikbudristek selama ini hanya mengelola 15 persen dari total anggaran pendidikan. Kementerian pendidikan saat ini sedang mengupayakan untuk menambah porsi itu. Kementerian pendidikan saat ini sedang berdiskusi dengan sejumlah stakeholder.

"Kami diskusi dengan sejumlah stakeholder. Kami berharap porsi Kemendikbudristek bisa ditambah," kata Abdul Haris.

Pilihan Editor: Kemendikbudristek Dipecah, Dosen Unnes: Ada Potensi Hambatan Komunikasi dan Administrasi

Berita terkait

Capaian Reforma Agraria Selama 10 Tahun Jokowi Hanya Sebatas Legalisasi Aset

3 menit lalu

Capaian Reforma Agraria Selama 10 Tahun Jokowi Hanya Sebatas Legalisasi Aset

KPA sebut kebijakan reforma agraria selama 10 tahun Jokowi, keliru dan perlu dikoreksi

Baca Selengkapnya

Jokowi Tetapkan Gaji dan Tunjangan bagi Ketua serta Anggota DJSN, Berapa Nilainya?

5 menit lalu

Jokowi Tetapkan Gaji dan Tunjangan bagi Ketua serta Anggota DJSN, Berapa Nilainya?

Presiden Jokowi menetapkan hak gaji dan tunjangan bagi ketua hingga anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) pada Kamis lalu, 17 Oktober 2024.

Baca Selengkapnya

Prabowo Subianto Singgung Soal Korupsi Dalam Pidato Perdananya Sebagai Presiden

34 menit lalu

Prabowo Subianto Singgung Soal Korupsi Dalam Pidato Perdananya Sebagai Presiden

Prabowo Subianto menyatakan membutuhkan keberanian untuk memberantas korupsi.

Baca Selengkapnya

Sejumlah Menteri Kabinet Jokowi Tiba di Lanud Halim, Ikut Lepas Perjalanan ke Solo

41 menit lalu

Sejumlah Menteri Kabinet Jokowi Tiba di Lanud Halim, Ikut Lepas Perjalanan ke Solo

Jokowi akan pulang ke Solo usai melepas jabatannya sebagai presiden.

Baca Selengkapnya

Sebelum Jokowi Purnatugas: Menerima Wakil Presiden Cina Han Zheng dan Rencana Pulang ke Solo

56 menit lalu

Sebelum Jokowi Purnatugas: Menerima Wakil Presiden Cina Han Zheng dan Rencana Pulang ke Solo

Sehari menjelang akhir masa tugasnya sebagai presiden pada Ahad, 20 Oktober 2024, Jokowi, menerima tamu Wakil Presiden Cina Han Zheng

Baca Selengkapnya

Di Hadapan Jokowi, Prabowo: Masih Terlalu Banyak Kebocoran Penyelewengan Korupsi

58 menit lalu

Di Hadapan Jokowi, Prabowo: Masih Terlalu Banyak Kebocoran Penyelewengan Korupsi

Prabowo dilantik bersama putra Jokowi, Gibran, sebagai presiden dan wakil presiden periode 2024-2029.

Baca Selengkapnya

10 Tahun Kepemimpinan Jokowi, PBHI: Nawacita jadi Nawa Keji

1 jam lalu

10 Tahun Kepemimpinan Jokowi, PBHI: Nawacita jadi Nawa Keji

PBHI berpandangan bahwa Nawacita Jokowi merupakan janji yang berubah jadi dosa besar.

Baca Selengkapnya

Usai Dilantik, Prabowo ke Istana Naik Maung Indonesia-1

1 jam lalu

Usai Dilantik, Prabowo ke Istana Naik Maung Indonesia-1

Presiden Prabowo menyambangi Istana Kepresidenan Jakarta untuk menjalani prosesi pisah-sambut dengan Presiden ke-7 Jokowi.

Baca Selengkapnya

Pidato Perdana sebagai Presiden, Prabowo Singgung Kekalahan di Pilpres dan Ajak Semua Bersatu

1 jam lalu

Pidato Perdana sebagai Presiden, Prabowo Singgung Kekalahan di Pilpres dan Ajak Semua Bersatu

Dilantik sebagai presiden, Prabowo cerita saat dikalahkan oleh Jokowi dalam pilpres sebelumnya.

Baca Selengkapnya

Jokowi Purnatugas: Sorot Balik Isu HAM dan Masalah Lingkungan

2 jam lalu

Jokowi Purnatugas: Sorot Balik Isu HAM dan Masalah Lingkungan

Economist Intelligence Unit menyebut pada akhir kekuasaan Jokowi selama dua periode menyebabkan Indonesia mengalami pembalikan demokrasi

Baca Selengkapnya