Sidang Mahkamah Rakyat Adili Nawadosa Jokowi, Ini 9 Gugatannya
Reporter
Sultan Abdurrahman
Editor
Devy Ernis
Selasa, 25 Juni 2024 19:39 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintahan Presiden Joko Widodo alias Jokowi diadili dalam sidang Mahkamah Rakyat Luar Biasa yang berlangsung di Wisma Makara Universitas Indonesia atau UI, Depok, Jawa Barat pada Selasa, 25 Juni 2024. Dalam sidang tersebut, ada sembilan gugatan yang disebut sebagai “Nawadosa” rezim Jokowi yang dilayangkan para penggugat kepada negara.
Adapun gugatan dalam sidang Mahkamah Rakyat Luar Biasa itu dibacakan oleh kuasa hukum para penggugat, Muhammad Fadhil Alfathan. “Majelis Pengampu Keadilan yang terhormat, kami akan menyampaikan sembilan isu gugatan,” kata Fadhil dalam sidang.
Terdapat banyak contoh-contoh kasus untuk setiap poin dari sembilan gugatan yang dibacakan Fadhil. Tempo merangkum beberapa di antaranya untuk setiap poin gugatan.
Pertama, ujar Fadhil, adalah gugatan soal perampasan ruang hidup dan penyingkiran masyarakat. Dia memberikan contoh sejumlah kebijakan pemerintah, seperti proyek strategis nasional, Undang-undang Cipta Kerja, hilirisasi nikel, food estate sebagai kebijakan yang merugikan pada penggugat.
“Dan proyek-proyek yang dianggap oleh tergugat dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, padahal sebaliknya, kami harus tergusur dari ruang kami yang sudah ditinggali sebelum republik ini berdiri,” ucap Fadhil mewakili para penggugat.
Kedua, gugatan juga dilayangkan terkait kekerasan, persekusi, kriminalisasi, dan diskriminasi. Fadhil mencontohkan sejumlah kasus kekerasan yang sering terjadi dalam berbagai demonstrasi sipil. Selain itu, ada juga berbagai regulasi pasal-pasal “karet” yang dianggap para penggugat telah dibiarkan oleh pemerintah dan mengakibatkan kriminalisasi.
“Ketiga, politik impunitas dan kejahatan kemanusiaan,” ucap Fadhil. Selama periode pemerintahan Jokowi, kata Fadhil, pemerintah diduga tidak serius menuntaskan berbagai kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat.
Selain itu, Fadhil menyampaikan bahwa para penggugat kecewa karena Jokowi pernah berjanji ingin menyelesaikan dan melindungi korban kasus pelanggaran HAM berat. “Keluarga korban pun menganggap bahwa tergugat telah berbohong dan melindungi pelaku pelanggaran HAM berat masa lalu,” ujar Fadhil.
Keempat, Jokowi juga digugat soal komersialisasi, penyeragaman, dan penundukkan dalam sistem pendidikan nasional. Salah satu yang disoroti para penggugat adalah polemik mahalnya uang kuliah tunggal dan pemberlakuan status Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum atau PTNBH yang disebut membuat biaya kuliah semakin tinggi.