Respons Jokowi hingga DPR atas Pembatalan UKT oleh Nadiem Makarim
Reporter
Tempo.co
Editor
Sapto Yunus
Selasa, 28 Mei 2024 11:29 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim, membatalkan kenaikan uang kuliah tunggal atau UKT untuk tahun ajaran 2024-2025 di perguruan tinggi negeri, termasuk yang berbadan hukum atau PTNBH. Nadiem membatalkan kenaikan UKT setelah bertemu dengan Presiden Joko Widodo alias Jokowi di Istana Kepresidenan Jakarta pada Senin, 27 Mei 2024.
Nadiem menyebutkan alasan pembatalan UKT di perguruan tinggi ini setelah mendengar aspirasi mahasiswa, keluarga mahasiswa, dan masyarakat. Kemendikbudristek lalu berkoordinasi kembali dengan para rektor untuk membahas rencana pembatalan kenaikan UKT.
"Alhamdulillah, semua lancar. Dan baru saja saya bertemu Presiden, beliau menyetujui pembatalan ini," kata Nadiem.
Pembatalan UKT itu mendapat tanggapan dari berbagai kalangan, termasuk dari Presiden Jokowi dan Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR RI.
1. Presiden Joko Widodo: Kenaikan UKT di Tiap Universitas akan Dikaji Terlebih Dahulu
Presiden Joko Widodo mengatakan kenaikan UKT di setiap universitas akan dikaji dan dikalkulasi terlebih dahulu oleh Kemendikbudristek.
"Kemungkinan ini akan dievaluasi dulu, kemudian kenaikan setiap universitas akan dikaji dan dikalkulasi sehingga kemungkinan, ini masih kemungkinan. Nanti ini kebijakan di Mendikbud akan dimulai kenaikannya tahun depan. Jadi ada jeda, tidak langsung seperti sekarang ini," kata Jokowi usai menghadiri acara Inaugurasi Menuju Ansor Masa Depan di Istora Gelora Bung Karno, Jakarta, Senin, 27 Mei 2024 seperti dikutip Antara.
Jokowi telah memanggil Nadiem ke Istana Kepresidenan untuk membahas UKT. Dia memberikan pertimbangan-pertimbangan kepada Nadiem.
"Saya memberikan pertimbangan-pertimbangan, tetapi kan tadi sudah disampaikan oleh Mendikbud bahwa UKT sementara ini yang kenaikannya sangat tinggi itu dibatalkan dan akan diatur untuk bisa diringankan. Nanti teknisnya ditanyakan ke Mendikbud, tetapi intinya itu sudah dibatalkan oleh Mendikbud," kata Jokowi.
2. Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda: Pembatalan Kenaikan UKT Jangan Bersifat Instan
Komisi X DPR RI mengapresiasi keputusan Kemendikbudristek yang membatalkan kenaikan UKT di sejumlah perguruan tinggi negeri (PTN). Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda menuturkan Komisi X berharap keputusan tersebut diikuti dengan kebijakan pengelolaan anggaran pendidikan yang komprehensif, bukan sekadar bersifat jangka pendek atau instan, seperti skema study loan atau pinjaman biaya pendidikan.
Huda mengatakan kenaikan UKT di sejumlah PTN terlalu tinggi dan dipastikan akan memberatkan peserta didik.
<!--more-->
“Kenaikan UKT di sejumlah perguruan tinggi negeri rata-rata 100 persen hingga 300 persen, meskipun kenaikan itu didasarkan pada Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 tentang Perubahan Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada PTN,” kata Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda di Jakarta, Selasa, 28 Mei 2024.
Dia menilai langkah pemerintah dengan mendorong PTN menjadi badan hukum dengan harapan bisa menggalang dana pihak ketiga adalah langkah ideal. Namun hal tersebut dapat menjadi bumerang apabila otoritas menggalang dana dari pihak ketiga itu dimaknai pengelola PTN sebagai legitimasi mencari dana dari orang tua mahasiswa melalui skema UKT.
“Objektifikasi PTNBH bisa mencari dana dari pihak ketiga harusnya diikuti dengan langkah menciptakan ekosistem usaha yang bagus bagi PTN. Misalnya, mengharuskan perusahaan-perusahaan di Indonesia bekerja sama dengan PTN sebagai mitra dalam penelitian dan riset pengembangan usaha. Jika ekosistem ini tidak terbentuk, pengelola PTN ujungnya menjadikan mahasiswa sebagai objek usaha,” tuturnya.
3. Koordinator Pusat BEM SI Herianto: Kawal ke Kampus Masing-masing
Koordinator Pusat Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia atau BEM SI, Herianto, menyambut pembatalan kenaikan UKT tahun ini.
"Alhamdulillah dapat kabar dari Kemendikbud langsung ada pembatalan kenaikan UKT. Sikap kami dari BEM SI merespons pemerintah dengan baik," kata Herianto ketika dihubungi Senin sore, 27 Mei 2024. "Namun, kami sangat menyayangkan sistem pemerintahan kita hari ini kenapa setelah viral isu-isu dan kasus baru diseriuskan.”
Mahasiswa yang tergabung dalam BEM SI menggelar aksi mogok kuliah yang dilakukan serentak secara nasional pada Senin. Selain masalah UKT, para mahasiswa ini juga menyoroti permasalahan lainnya yang terjadi di pendidikan tinggi, khususnya PTN. Misalnya, iuran pengembangan institusi (IPI), komersialisasi pendidikan, dan pembungkaman mahasiswa yang bersuara di kampus.
Menurut Herianto, masalah tersebut belum terselesaikan. "Di sisi lain, kami sebagai mahasiswa tetap mengawal isu-isu atau tuntutan-tuntuan kami ke depannya. Ini kan masalahnya baru UKT saja," ujar dia.
BEM SI menyatakan bakal tetap mengawal Permendikbudristek Nomor 2 tahun 2024 yang menjadi penyebab semua kisruh kenaikan UKT.
"Ini kan baru pembatalan UKT saja, belum ada untuk pencabutan atau revisi peraturan ini. Tetap akan kami kawal dan terus bersuara," kata dia.
<!--more-->
Dia pun telah menginstruksikan BEM SI mengawal hal ini di kampusnya masing-masing. Para mahasiswa diharapkan langsung beraudiensi dengan wakil rektor II di kampus mereka. BEM SI ingin Permendikbud itu dicabut dan direvisi terlebih dahulu.
"Bila nanti Permendikbud Nomor 2 tahun 2024 ini benar-benar tidak direvisi atau nanti kalau berdampak lagi, kami akan mogok pembayaran kuliah," tutur Herianto.
4. Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji: Pembatalan UKT Hanya untuk Meredam Aksi Mahasiswa
Koordinator nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menilai pembatalan kenaikan UKT oleh Nadiem Makarim hanya bersifat sementara. Pembatalan itu, kata dia, hanya untuk meredam aksi mahasiswa dan tidak menyelesaikan masalah.
"Karena itu, JPPI menyayangkan kebijakan Mendikbudristek ihwal pembatalan UKT ini tanpa dibarengi dengan pencabutan Permendikbudristek Nomor 2 tahun 2024 dan juga komitmen untuk mengembalikan status perguruan tinggi negeri berbadan hukum (PTNBH) menjadi PTN," kata Ubaid dalam keterangan resminya, Selasa, 28 Mei 2024.
Menurut dia, selama Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi tidak dicabut, maka semua PTN akan berstatus menjadi PTNBH. Hal ini berakibat pada pengalihan tanggung jawab pembiayaan pendidikan, yang akhirnya menyebabkan UKT mahal.
Fakta ini, lanjut Ubaid, menunjukkan Mendikbudristek tidak serius menjadikan biaya UKT menjadi berkeadilan dan inklusif untuk semua. “Selama Permendikbudristek Nomor 2 tahun 2024 tidak dicabut dan PTNBH tidak dikembalikan menjadi PTN, maka bisa dipastikan, tarif UKT akan kembali naik di tahun 2025,” ujarnya.
Prediksi kenaikan UKT di tahun depan ini diperkuat dengan pernyataan Presiden Jokowi yang mengatakan ada kemungkinan kenaikan UKT akan dimulai tahun depan. Menanggapi pernyataan Jokowi, Ubaid menyarankan mahasiswa terus menggelorakan protes UKT yang tidak berkeadilan ini.
“Jadi respons pemerintah soal UKT ini semakin jelas arahnya mau ke mana, yaitu mempertahankan status PTNBH alias akan terus memuluskan agenda komersialisasi dan liberalisasi pendidikan, di mana biaya pendidikan tinggi tidak lagi menjadi tanggung jawab negara, tapi tetap seperti sekarang saat ini diserahkan pada mekanisme pasar,” kata Ubaid.
ANDI ADAM FATURAHMAN | INTAN SETIAWANTY | ANTARA
Pilihan editor: Saat Megawati Kritik Revisi UU MK dan UU Penyiaran, Puan Maharani Bilang Akan Kawal di DPR