Menurut Harry, saat ini Unit Reserse Ekonomi Polda Metro Jaya tengah mengumpulkan laporan-laporan pemeriksaan dari laboratorium MUI dan POM. Laporan-laporan ini akan ditindaklanjuti dengan laporan laboratorium Forensik Polri. Selain itu, polisi juga akan memeriksa gudang Ajinomoto di Sunter. Saat ini sedang dilihat unsur pelanggaran terhadap UU Perlindungan Konsumen, kata Harry saat tiba di Polda.
Para direksi PT Ajinomoto itu disidik atas tuduhan penipuan. Sesuai pasal 62 UU Perlindungan Konsumen nomor 8 tahun 1999, mereka diancam hukuman 5 tahun penjara atau denda Rp 2 milyar rupiah. Sementara itu, sesuai pasal 3 KUHP tahun 1978 mereka dapat diancam dengan hukuman penjara 4 tahun.
Tapi, menurut kuasa hukum PT Ajinomoto, Amir Syamsuddin tindakan polisi dalam menangani kasus Ajinomoto itu sudah di luar batas kewenangan mereka. Hal itu terutama ketika polisi menutup pabrik PT Ajinomoto. Mereka telah bertindak sebagai eksekutor, padahal proses hukum belum berjalan, ujarnya Tempo Interaktif di kantornya di Kuningan, Jakarta, Senin (8/1).
Ia mengkhawatirkan nasib 3.000 karyawan PT Ajinomoto Indonesia (AI) yang belum jelas nasibnya setelah delapan direksinya ditangkap. Begitu pula dengan penutupan dan penyegelan pabrik PT AI di Mojokerto dan di Sunter, Jakarta. Padahal, jika pabrik tidak ditutup, produksi bisa diekspor ke negara nonmuslim," ujarnya. Menurut Amir, selama ini PT AI adalah penghasil devisa negara dan termasuk pembayar pajak terbesar negara.
Namun, menurut pengacara senior itu, kliennya tidak akan konfrontatif dalam menanggapi masalah ini. Mereka tidak akan menghalangi apa yang sudah dilakukan polisi. Kita tetap akan menunggu proses hukum yang berjalan di pengadilan untuk membuktikan bahwa tidak ada unsur kesengajaan dari kasus ini, ujarnya.
Menurut Amir kliennya mencoba mengambil nilai positif dengan ditahannya 8 direksi termasuk Mitzudo Arakawa. Ia menduga, jika tidak menunjukkan keseriusannya, polisi akan dinilai tidak pernah serius, sehingga menimbulkan kegeraman masyarakat. "Dikhawatirkan masyarakat bertindak main hakim sendiri," ujarnya.
Kuasa hukum PT AI itu mengaku akan melihat masalah ini secara hukum. Hal itu akan dibuktikan di pengadilan nanti. Sementara ini, upaya yang telah dilakukan pihak PT AI adalah dengan meminta maaf kepada masyarakat. Menurut Amir, hal ini bukanlah pekerjaan mudah. Apalagi dalam suasana seperti ini. "Mereka harus bersabar, dan permintaan maaf ini harus secara gradual, tidak semudah membalik tangan, katanya.
Sementara itu, di Kepolisian Daerah Metro Jaya, Wakil Kepala Polda Metro Jaya Brigjen Makbul Padmanagara, membantah tegas tudingan Amir. "Penutup pabrik ini merupakan bagian dari penyidikan," ujarnya. Makbul pun menegaskan bahwa persoalan minta maaf tidak dapat menyelesaikan masalah. Soalnya, kasus ini telah menyinggung perasaan umat Islam Indonesia. (Han/Isti/Erwin)