LBH Jakarta Sebut Tim Adhoc Munir Perlu Dukungan Penuh Pemerintah
Reporter
Mirza Bagaskara
Editor
Febriyan
Minggu, 25 Desember 2022 22:35 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum Jakarta menilai tim adhoc kasus pembunuhan Munir Said Thalib memerlukan dukungan penuh dari pemerintah untuk mengungkap secara jelas misteri kematian pejuang Hak Asasi Manusia tersebut. Advokat LBH Jakarta, Teo Reffelsen, menilai pemerintah setidaknya harus menjamin keselamatan setiap anggota tim adhoc tersebut.
“Saya khawatir tidak mendapatkan jaminan, sehingga proses penyelidikan tidak berjalan dengan maksimal,” kata Teo melalui pesan tertulis kepada Tempo, Ahad, 25 Desember 2022.
Guna memberikan jaminan perlindungan terhadap para anggota tim adhoc, Teo mengatakan, Presiden Jokowi harus menunjukkan komitmennya langsung. Ia menyebut salah satunya adalah dengan tampil kepada publik dan menyatakan jaminan perlindungan yang akan mereka terima selama bertugas.
“Jaminan perlindungan tersebut harus benar-benar ditunjukkan sebagai bentuk komitmen negara melakukan penegakkan HAM di Indonesia,” ujarnya.
Pemerintah juga harus berikan akses terhadap dokumen dan saksi
Selain jaminan keselamatan, Teo menyebut pemerintah harus menjamin atas akses terhadap dokumen dan saksi. Sebab, menurut dia, selama ini penyelidikan mandeg disebabkan kurangnya akses investigasi pencarian barang bukti.
“Pemerintah harus antisipasi terkait potensi ancaman-ancaman yang akan diterima dan juga memberi keluasaan kepada tim adhoc untuk memperoleh barang bukti,” kata Teo.
Satu hal lain yang tak kalah penting, menurut Teo, adalah komitmen dari Kejaksaan Agung untuk menindaklanjuti temuan-temuan tim adhoc tersebut nantinya. Sebab, kata dia, banyak penyelidikan kasus pelanggaran HAM berat yang terhenti prosesnya di Kejaksaan Agung.
“Jadi pada akhirnya proses penyelidikan berujung pada bolak-balik berkas. Dan kita berharap jangan sampai itu terjadi lagi,” ujar dia.
Selanjutnya, Komnas HAM bentuk tim adhoc bersama masyarakat sipil
<!--more-->
Terkait rencana pembentukan ulang tim adhoc kasus Munir, Komnas HAM menggandeng masyarakat sipil untuk ikut serta proses penyelidikan. Rencana Komnas HAM tersebut disampaikan setelah melakukan audiensi dengan Komite Aksi Untuk Munir (KASUM) pada 22 Desember 2022 lalu.
Komisioner Komnas HAM, Hari Kurniawan, menyebut tim adhoc tersebut nantinya akan beranggotakan sekitar sepuluh orang yang beranggotakan campuran antara Komnas HAM dengan masyarakat sipil. Rencananya, kata dia, tim tersebut akan diresmikan saat sidang paripurna Komnas HAM 10 Januari 2022 mendatang.
“Dari komisioner Komnas HAM yang akan menyelidiki ada empat orang yaitu bu Atnike Nova, bu Anis Hidayah, pak Uli Parulian Sihombing, dan saya sendiri,” kata Hari saat dihubungi Tempo.
Terkait pihak eksternal yang akan mengisi tim adhoc tersebut, masih dilakukan pembahasan di dalam internal KASUM. Anggota KASUM, Usman Hamid, menyebut yang pasti nama yang akan direkomendasikan nanti merupakan orang yang memiliki kompetensi di bidang hak asasi manusia,
“Biar Komnas HAM saja yang mengumumkan nama-nama yang kami usulkan,” kata direktur Amnesti Internasional Indonesia tersebut.
Perjalanan kasus pembunuhan Munir
Munir Said Thalib tewas dalam penerbangan dari Jakarta ke Amsterdam pada September 2004. Hasil pemeriksaan di Belanda menyebutkan dia tewas karena keracunan Arsenik.
Pada Desember tahun itu pula Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang baru dilantik langsung membentuk Tim Pencari Fakta (TPF). Tim yang beranggotakan sejumlah aktivis itu menyelesaikan hasil penyelidikannya ke Presiden SBY pada 24 Juni 2005. Akan tetapi laporan hasil TPF itu hingga kini tak kunjung diungkap ke publik.
Belakangan, Kementerian Sekretariat Negara menyatakan laporan itu hilang. Hal itu dinyatakan Setneg setelah Komisi Informasi Publik mengabulkan permohonan Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) untuk membuka dokumen tersebut.
Dalam kasus kematian Munir ini pilot senior Garuda Indonesia Pollycarpus Budihari Priyanto telah diseret ke meja hijau. Dia divonis 14 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Desember 2005 karena dianggap terbukti melakukan pembunuhan berencana. Putusan itu dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 27 Maret 2006.
Pollycarpus sempat dinyatakan terlepas dari dakwaan tersebut pada 3 Oktober 2006. Saat itu, Mahkamah Agung mengabulkan upaya kasasi pihak Pollycarpus dan hanya dianggap bersalah menggunakan surat dokumen palsu untuk perjalanan. Alhasil, hukumannya pun dikorting menjadi dua tahun saja.
Tak terima dengan putusan Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung mengajukan Peninjauan Kembali kasus ini (PK). Pollycarpus yang sempat menghirup udara bebas pun harus kembali mendekam di penjara setelah Mahkamah Agung bersikap berbeda. Pada 25 Januari 2007, Mahkamah Agung bahkan memperberat vonis Pollycarpus menjadi 20 tahun penjara.
Pollycarpus kemudian mengajukan PK kedua pada 2013. Mahkamah Agung kemudian memotong hukumannya menjadi 14 tahun penjara. Pada 28 November 2014, Pollycarpus dinyatakan bebas bersyarat. Dia pun dinyatakan bebas murni pada 29 Agustus 2018. Dia pun dinyatakan meninggal pada Oktober 2020.
Meskipun pengadilan telah memvonis bersalah Pollycarpus, kasus Munir dianggap masih menyisakan misteri. Pasalnya, ada dugaan aktor intelektual yang belum terungkap dalam kasus ini hingga soal motif pembunuhan terhadap suami dari Suciwati tersebut.
Upaya untuk menyeret mantan Deputi V Badan Intelijen Nasional (BIN) Muchdi Purwoprandjono atau yang akrab disebut Muchdi Pr tak berbuah hasil setelah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memberikan vonis bebas pada 31 Desember 2008. Putusan tersebut dikuatkan hingga tingkat kasasi. Mahkamah Agung menilai Muchdi tak terbukti sebagai otak pembunuhan Munir.