Menurut Amien, aparat keamanan dan intelejen harus bisa memonitor dan memprediksi gerakan terorisme. Karena, "secara praktis, tiap jengkal bisa jadi sasaran teroris".
Sementara, Komisi Pertahanan DPR masih mencoba mencermati revisi Undang-Undang Anti Terorisme. "Kami akan mempertimbangkan sejauh mana wewenang, itu bisa kami berikan," kata Ketua Komisi Pertahanan, Ibrahim Ambong.
Menurutnya, dalam konteks terorisme, pencegahan dini harus menjadi perhatian aparat keamanan. "Di sini masalahnya, sejauh mana batas preventif itu diberikan," katanya. DPR, bisa saja tidak menyetujui penambahan kewenangan itu, jika sekadar meniru rancangan dari Malaysia ataupun Singapura.
Persoalan terorisme, katanya, bukan terletak pada perangkat peraturan yang ada. Karena, peraturan perundangan yang ada, sudah bisa dipakai untuk menanggulangi ancaman teroris. "Persoalannya, menyangkut kinerja, kemampuan dan koordinasi aparat serta intelejen," tegasnya. Ambong menilai, kewenangan intelejen dan aparat keamanan sudah cukup besar dalam menangani persoalan pertahanan dan keamanan.
Yandi M Rofiandi - Tempo News Room