FSGI Sampaikan Rekomendasi Soal Penyelesaian Nasib Guru Honorer
Reporter
M. Faiz Zaki
Editor
Ahmad Faiz Ibnu Sani
Rabu, 22 Juni 2022 01:06 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyampaikan sejumlah rekomendasi terkait penyelesaian masalah guru honorer. Hal ini berdasarkan kebijakan pemerintah pusat yang menghapus tenaga honorer yang bekerja di instansi pemerintah, karena rekrutmen yang terus dilakukan oleh pemerintah daerah.
Sekretaris Jenderal FSGI, Heru Purnomo, mengatakan penting mempertimbangkan kebijakan pengubahan status kepegawaian dan penghasilan tenaga honorer. Karena berdampak positif terhadap kesejahteraan, perkembangan dunia usaha, dan kelancaran pemenuhan kebutuhan ekonomi.
“Pertama, FSGI mendorong pemerintah tetap konsisten dan fokus dengan tugas antarkan guru honorer sampai kepada tujuan akhir, yaitu pengangkatan guru honorer menjadi ASN, PNS atau PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja),” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa, 21 Juni 2022.
Menurut FSGI, kata Heru, itu merupakan imbalan atas jasa dan pengabdian mencerdaskan anak bangsa yang selama ini ikhlas bekerja di instansi pemerintah, khususnya satuan pendidikan. Selama bertahun-tahun turut melaksanakan tugas melayani kebutuhan peserta didik dan membangun sumber daya manusia.
Pihaknya menilai definisi guru honorer pada sistem pengupahannya selama ini menempatkan profesi guru kurang dihormati. Heru menilai guru diperlakukan tidak adil dan tidak memperoleh penghargaan yang layak atas jasa dan pengabdian.
Dia mengatakan, pengupahan guru non Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bekerja di instansi pemerintah mesti sesuai kebutuhan pelayanan terhadap peserta didik. Acuannya bukan berdasarkan jumlah jam pelajaran yang dinilai kurang mensejahterakan. “Tetapi menggunakan peraturan perundang-undangan yang menjanjikan perlunya perlindungan dan peningkatan kesejahteraan sebagai wujud penghargaan terhadap profesi guru,” ujarnya.
Selanjutnya: Kriteria lulus rekrutmen diminta dipermudah
<!--more-->
Kedua, FSGI mengusulkan agar penentuan kriteria lulus rekrutmen ASN dipermudah dengan pemberian afirmasi penilaian peserta dari unsur lama pengabdian. Justru itu mesti diberikan porsi dalam jumlah persen yang lebih besar.
Heru juga menyoroti soal klasifikasi guru honorer yang berbeda dari gajinya. Guru honorer murni dianggap masih jauh dari sejahtera yang gajinya di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP), sedangkan guru honorer daerah seperti di DKI Jakarta cenderung mendekati sejahtera karena gaji dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebesar UMP.
“Ketiga, FSGI mengingatkan bahwa berdasarkan Amanat PPRI Nomor 49 Tahun 2018 adalah menyelesaikan peningkatan status kepegawaian tenaga honorer sampai 28 November 2023,” tuturnya.
Pihaknya menganggap sudah sewajarnya fokus dan prioritas pemberian kuota pengangkatan ASN porsi dalam persenannya tersebar diberikan kepada guru honorer. Sebab kegiatan rekrutmen ASN bertujuan memprioritaskan penuntasan pekerjaan rumah pemerintah yang ingin mengangkat dan mensejahterakan guru honorer.
Saran keempat, FSGI mendorong penentuan kuota dalam rekrutmen ASN hendaknya sebanding dengan jumlah guru honorer yang bekerja di satuan pendidikan milik pemerintah saat ini, sekitar 30-32 persen. Pembengkakan jumlah guru yang sulit dikendalikan disebabkan oleh panggilan kebutuhan pekerjaan membangun Sumber Daya Manusia peserta didik yang mumpuni.
“Jumlah honorer yang membengkak itu terjadi atas dasar kebutuhan dinas yang secara hukum tidak ada pihak yang patut dipersalahkan, masuk dalam kategori dimaafkan karena dinas dalam bekerja melayani peserta didik yang sangat membutuhkan ketenagaan guru, semata-mata menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan” katanya.
Selanjutnya: Perlindungan hukum bagi guru honorer
<!--more-->
Kelima, FSGI mendorong agar keberadaan guru honorer adalah panggilan kebutuhan satuan pendidikan. Sesuai yang diamanatkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 12, sehingga posisi persoalan mengacu pada norma atau asas tetap terlindungi dan berkepastian hukum sesuai asas pemerintahan yang baik.
Keenam, FSGI mendorong pemangku kepentingan terkait menyadari adanya tugas bersama yang dikoordinasikan pemerintah. “Ketujuh, mengacu kepada hukum tata usaha negara guru honorer yang sudah diangkat oleh PPK adalah guru yang berada dalam ikatan berkepastian hukum untuk dilindungi, menjadi tanggung jawab pemerintah untuk diselesaikan,” kata Heru.
Sebagaimana diketahui, ketentuan honorer dihapus termaktub dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK. Kesempatan penyelesaian masalah tenaga honorer diberikan batas waktu sampai dengan tahun 2023 mendatang.
Baca juga: Permenpan RB soal PPPK: Guru Honorer Lolos Passing Grade Bisa Masuk Formasi ASN