Rezim Lautan di Pulau-Pulau Kecil
Selasa, 5 April 2022 14:29 WIB
INFO NASIONAL - Indonesia memiliki 17.504 pulau-pulau kecil dengan beragam ukuran. Untuk yang luanya di bawah 1 hektare berjumlah 8.605 pulau atau 51 persen. Selanjutnya pulau berukuran satu hektare sampai 100 km persegi sebanyak 7.997 pulau (48 persen). Sedangkan pulau di atas 100 km persegi sampai 2.000 km persegi mencapai 135 pulau atau sekitar (1 persen).
Pulau-pulau kecil berukuran di bawah 1 hektare umumnya tidak berpenduduk, dengan luas keseluruhan mencapai 20,86 kilometer persegi. Sebagian lahan pulau diperuntukkan sebagai kawasan konservasi, penelitian dan pengembangan, adat istiadat atau ritual keagamaan, serta pertahanan keamanan.
Sedangkan pulau-pulau kecil yang luasnya 1 hektare sampai 100 kilometer persegi, luas totalnya mencapai 8.527 kilometer persegi. Dimanfaatkan untuk beragam kegiatan seperti pertanian, pariwisata, konservasi, usaha perikananan dan kelautan.
Perairan laut yang mengelilingi daratan pulau di bawah 100 kilometer persegi, merupakan satu kesatuan ekosistem yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya, sehingga iklim pulau (seperti suhu, musim, kelembaban), budaya masyarakat, dan mata pencaharian penduduk, sangat dipengaruhi kondisi perairan laut.
Begitu juga terhadap jenis flora, fauna dan mikroorganisma yang terdapat di perairan laut maupun daratan pulau. Oleh sebab itu, kebijakan pengaturan dan pemanfaatan pulau-pulau kecil dibawah 100 km2 dan perairan disekitarnya, hendaknya berorientasi pada rezim laut.
Kondisi ini berbeda pada pulau-pulau kecil berukuran di atas 100 km persegi, seperti pulau Batam yang daratannya relatif besar mencapai 715 kilometer persegi. Interaksi daratan dan perairan laut yang mengelilinginya relatif kecil, khususnya di wilayah perkotaan.
Pemerintah sangat serius menata perizinanan pemanfaatan pulau-pulau kecil dibawah 100 km persegi dan perairan di sekitarnya untuk menjaga kelestarian dan keberlanjutan pulau. Antara lain dengan menerbitkan Peraturan Mentri Kelautan dan Perikanan No 53 Tahun 2020.
Selama ini, perencanaan pemerintah disusun dalam dokumen rencana tata ruang wilayah/RTRW, rencana detil tata ruang/RDTR dan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil/RZWP3K, maupun rencana zonasi kawasan stategis nasional tertentu/RZKSNT di pulau-pulau kecil terluar (PPKT).
Namun kenyataannya, masih banyak pulau-pulau kecil di bawah 100 km persegi belum diakomodir dalam rencana tata ruang wilayah/RTRW. Kondisi ini semakin sulit, dengan terbatasnya peta dasar 1:5000 dari Badan Informasi Geospasial (BIG), sebagai rujukan penyusunan rencana detil tata ruang.
Salah satu akibat yang ditimbulkan adalah, sekitar 1.197 resort/hotel/vila yang tersebar pada 197 pulau-pulau kecil di Indonesia, belum memiliki perizinan lengkap, terutama di Kepri, Bali dan Kaltim. Begitu juga di Pulau Maratua, terdapat sekitar 20 resort/hotel/villa belum memiliki perizinan dan rekomendasi pemanfaatan pulau-pulau kecil, baik perusahaan PMA atau PMDN.
Permasalahan lainnya adalah konflik penambangan biji besi seluas 20 km persegi di pulau Bangka Kabupaten Minahasa Utara, yang luas pulaunya hanya 42,98 km persegi, mengakibatkan ijinnya dicabut pemerintah daerah (perusahaan kalah di PTUN).
Begitu juga dengan konflik pemanfaatan kebun karet seluas 36,05 km persegi di Pulau Jemaja Kepulauan Anambas, yang memiliki luasan pulau relatif besar mencapai 560 km persegi, namun menimbulkan keresahan pada masyarakat pulau, karena dapat menyebabkan kekeringan dan kekurangan air.
Mengantisipasi hal tersebut, maka penyusunan dan penggambaran rencana detil tata ruang pulau dan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil untuk pulau-pulau kecil dibawah 100 km persegi, sebaiknya disusun berdasarkan dokumen perencanaan yang memiliki pendekatan scientific knowledge di bidang integrated coastal management (ICM).
Sehubungan dengan itu, Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasisi Resiko yang memiliki persyaratan dasar kesesuai kegiatan pemanfaatan ruang laut (KKPRL), persetujuan lingkungan, bangunan dan gedung, serta sertifikat laik fungsi, dapat ditambahkan satu perizinan dasar lainnya, yakni “persetujuan pemanfaatan pulau-pulau kecil dibawah 100 kilometer persegi”.
Penambahan layer perizinan dasar di pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya, tentu akan memperpanjang birokrasi perizinan, waktu dan pembiayaan, jika tidak diikuti dengan pelayanan perizinanan yang mudah, murah dan cepat. Untuk itu, dibutuhkan konsultasi publik dengan pakar hukum, pelaku usaha, instansi terkait, LSM/NGO, dan masyarakat setempat.
Apabila perizinan tersebut didahului proses rekomendasi, maka pemerintah (ATR/BPN, BIG dan KKP) serta pemerintah daerah berkewajiban menyusun seluruh rencana detil tata ruang pulau atau cluster pulau, dengan ketersediaan peta dasar yang memadai, serta mengintegrasikan pulau dan perairan disekitarnya berdasarkan konsep Integrated Coastal Management.
Sisi baik pengaturan ini untuk memastikan pemanfaatan pulau-pulau kecil dibawah 100 km2, tidak merusak ekologi pulau dan perairan disekitarnya, seperti kasus-kasus yang terjadi sebelumnya, sehingga negara dapat menjaga kelestarian dan keberlanjutan pulau.
Oleh: Rido Miduk Sugandi Batubara, (Ahli Madya Pengelola Ekosistem Laut dan Pesisir (PELP), Ditjen Pengelolaan Ruang Laut, Kementrian Kelautan dan Perikanan).