Kapal selam KRI Nanggala yang hilang kontak sejak Rabu, 21 April 2021 berhasil ditemukan dalam kondisi terbelah pada kedalaman 800 meter. Sebanyak 53 orang meninggal dalam insiden tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala 402. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
TEMPO.CO, Jakarta - Asisten Perencanaan dan Anggaran (Asrena) Kasal Laksda Muhammad Ali mengatakan tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala-402 dimungkinkan terjadi karena adanya faktor alam.
Ali menjelaskan bahwa pada saat kapal selam menyelam, yang paling berpengaruh adalah faktor arus bawah laut yang berbeda tergantung kondisinya. Sehingga, sebelum beroperasi, awak kapal selam melihat panduan untuk menyampaikan kondisi daerah tersebut seperti faktor oseanografi maupun hidrografi.
“Faktor alam ini juga ada yang dinamakan internal solitary wave, yang berdasarkan informasi dari beberapa pakar dan ahli oseanografi, itu ada arus bawah laut yang cukup kuat yang bisa menarik secara vertikal. Jadi jatuhnya kapal ke bawah lebih cepat dari umumnya dan ini yang harus diwaspadai”, kata Ali dalam keterangannya, Selasa, 27 April 2021.
Senada dengan hal tersebut, Komandan Sekolah Staf dan Komando Angkatan Laut (Danseskoal) Laksamana Muda Iwan Isnurwanto mengatakan bahwa di perairan utara Bali, menurut satelit Himawari-8 milik Jepang dan Satelit Sentinel milik Eropa, pada 21 April atau tanggal 20 UTC, terjadi internal wave yang bergerak dari bawah ke utara.
“Kalau kita terkena Internal Wave, maka itu adalah kehendak alam. Tentunya para prajurit tidak bisa melakukan peran kedaruratan walaupun mereka sudah siap berada di pos tempurnya masing-masing," ujar Iwan.
KRI Nanggala-402 hilang kontak pada Rabu, 21 April 2021 lalu di Perairan Utara Bali, saat tengah berlatih menembakan torpedo. Tiga hari kemudian, dipastikan bahwa kapal selam buatan Jerman itu telah tenggelam. Sehari setelahnya, dipastikan bahwa 53 kru di dalamnya juga telah gugur.
Badan KRI Nanggala-402 ditemukan terbelah menjadi tiga bagian di Laut Dalam pada kedalaman 838 meter. Kondisi ini dianggap menyulitkan evakuasi karena keterbatasan alat yang ada saat ini.