Eks KKM KRI Nanggala Minta Hilangnya Kapal Tak Dikaitkan Peremajaan Alutsista
Reporter
Tempo.co
Editor
Kukuh S. Wibowo
Sabtu, 24 April 2021 04:30 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Kepala Kamar Mesin (KKM) KRI Nanggala-402, Laksamana Muda (Purnawirawan) Frans Wuwung meminta kasus hilangnya kapal selam tersebut tidak dibelokkan ke isu perlunya peremajaan alutsista. Karena, kata Frans, meskipun KRI Nanggala sudah tua, namun semua peralatannya masih dalam keadaan bagus lantaran dipelihara dengan baik dan teratur.
Frans menyesalkan bila ada pejabat yang menganggap perlunya segara dilakukan modernisasi alutsista berkaca pada tenggelamnya KRI Nanggala. “Tolong jangan permasalahkan ini (Nanggala) tua, jangan ke situ dulu. Itu kan namanya menjelekkan anak buah,” ujar Frans saat ditemui di Surabaya, Jumat, 23 April 2021.
Menurut Frans, pemeliharaan KRI Nanggala-402 selama ini didasarkan pada sistem pemeliharaan terpadu (SPT) dengan panduan technical handbook (THB). Teknisnya, ada perawatan berkala tiga bulanan, enam bulanan dan satu tahunan. Selain itu, ada pula perawatan turun mesin (overhaul) tiap lima 5 tahun sekali dan 10 tahun sekali.
Bahkan, menurutnya, pernah terjadi yang mestinya kapal memasuki masa overhaul 5 tahunan, namun dimundurkan jadi 8 tahun. “Why? Karena kapal kita pelihara dengan baik sesuai SPT dan THB. Kalau tidak sesuai dengan itu, pasti sudah kek kok kek kok (menirukan suara kapal yang dalam kondisi tidak baik),” kata Frans.
Frans berujar, mundurnya masa overhaul dari 5 tahun jadi 8 tahun tersebut patut disyukuri karena ketika itu bersamaan dengan datangnya perintah untuk mengawasi dugaan penyelundupan senjata dari wilayah Filipina ke daerah konflik Ambon dan Poso. “Kalau saat itu kita harus docking untuk pemeliharaan, kita tidak bisa melaksanakan tugas negara,” tutur mantan anggota Fraksi TNI-Polri di DPR ini.
Frans juga mengatakan pernah mendengar langsung pujian dari instrukturnya di Jerman bahwa negara itu bangga menjual kapal selamnya ke Indonesia karena dipelihara dengan baik. Jerman, kata Frans, merasa terhormat dengan perlakuan TNI Angkatan Laut pada KRI Nanggala. “Makanya hati saya sakit kalau ada yang bilang Nanggala sudah tua dan waktunya peremajaan. Nanti dulu,” ujarnya.
Tak hanya dalam perawatan, saat KRI Nanggala akan menyelam, ketentuannya pun sangat ketat karena TNI AL mewajibkan ada latihan hingga empat tingkatan atau sering disebut L1 hingga L4. L1 sampai L3, kata dia, berisi persiapan-persiapan, mulai memeriksa semua peralatan, kesiapan teknis, dan bagaimana ABK membereskan hal-hal yang kurang sempurna. Misalnya bila ada alat yang tak berfungsi atau terdapat kebocoran. “Semua diuji,” ujarnya.
Setelah itu, kondisi kapal masih dicek dan diuji lagi oleh komandan komando latihan armada. Setelah dinyatakan lulus, baru diperbolehkan berlayar untuk melaksanakan latihan penembakan torpedo. Latihan penembakan ini sendiri meliputi dua hal, yakni penembakan kepala latihan tanpa bahan peledak, dan latihan kepala perang dengan bahan peledak. “Jadi kalau sampai Nanggala sudah berlayar sampai latihan penembakan torpedo, artinya sudah lulus L1 sampai L3,” tuturnya.
Frans menganalisa, jika karamnya KRI KRI Nanggala-402 akibat matinya sistem kelistrikan (black out) seperti dugaan selama ini, berarti segala peralatan tidak bisa digerakkan atau power lost. Kemudi dalam posisi menyelam dan motor sudah menuju ke penyelaman. “Barangkali ABK-nya ada something, sehingga dia terlalu lama untuk mencari penyebab black out,” katanya Frans yang menjadi KKM Nanggala saat berpangkat letnan kolonel pada 1985.
Baca Juga: Mabes TNI Bentuk Crisis Center Cari Kapal Selam KRI Nanggala