Terpopuler Nasional: Risma Lelang Mobil Rolls-Royce dan Pelaporan Din Syamsuddin

Reporter

Tempo.co

Minggu, 14 Februari 2021 06:31 WIB

Mobil Rolls-Royce milik Kementerian Sosial yang akan dilelang Risma untuk nelayan. Foto/istimewa

TEMPO.CO, Jakarta - Dua berita menjadi perhatian masyarakat sepanjang akhir pekan, Sabtu 14 Februari 2020. Berita pertama membahas soal Menteri Sosial Tri Rismaharini atau Risma akan melelang mobil Rolls-Royce milik kementeriannya. Sedangkan berita kedua membahas tentang GAR ITB minta pembela Din Syamsuddin baca laporan mereka ke KASN. Berikut ini dua berita terpopuler kanal nasional Tempo.

1. Risma akan Lelang Rolls-Royce Milik Kemensos

Menteri Sosial Tri Rismaharini akan melelang mobil Rolls-Royce milik kementeriannya. Kendaraan mewah itu merupakan hadiah program “Pergi dengan Batik Air, Pulang Bawa Rolls-Royce” pada 2016 yang tak mendapatkan pemenang hingga promosi berakhir. Risma mengetahui informasi keberadaan mobil itu dan dua mobil Mercedes Benz dari Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial Hartono Laras dalam rapat, Kamis 11 Februari 2021.

“Mobil-mobil itu akan kami lelang. Hasilnya akan dipakai untuk bantuan bagi korban bencana alam dan nelayan,” kata Risma, yang juga mantan Wali Kota Surabaya, Sabtu 13 Februari 2021.

Risma awalnya mendapat informasi itu dari Menteri Sekretaris Kabinet Pramono Anung. Kepada Risma, Pram menyatakan mendapat info kepemilikan Kemensos soal mobil itu dari Juliari Batubara, pendahulu Risma yang terjerat kasus korupsi bantuan sosial dan kini di dalam tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi. Risma kaget karena tidak pernah mendengar, dan kemudian menanyakan kepada Sekjen Kemensos.

Baca: Mahfud Md: Din Syamsuddin Kritis, Bukan Radikalis

Advertising
Advertising

Batik Air yang berada di bawah naungan Lion Air Group mengundi hadiah utama berupa mobil mewah Rolls-Royce pada 2015. Namun, program itu tak menghasilkan pemenang sehingga Batik Air menyerahkan hadiah Rolls-Royce ke Kementerian Sosial pada 9 Desember 2016. Program "Pergi dengan Batik Air, Pulang Bawa Rolls-Royce" berlangsung dari Agustus 2015 hingga Januari 2016 dengan hadiah bulanan 2 unit Honda Jazz dan 1 unit Mercedes Benz.

"Pada saat penarikan undian grand prize yang diadakan pada Januari 2016, kami telah menghubungi tiga pemenang dan tidak ada yang berhasil menjawab panggilan telepon kami sehingga status dari Rolls-Royce menjadi Hadiah Tidak Tertebak (HTT) dan wajib diserahkan ke Kementerian Sosial," kata Direktur Utama Batik Air Capt. Achmad Luthfie pada saat itu.

Penyerahan Rolls-Royce ke Kementerian Sosial sebagai Hadiah Tidak Tertebak sesuai dengan Peraturan Menteri Sosial No. 13 tahun 2005 tentang izin undian. Pasal 25 peraturan itu mewajibkan penyelenggara undian wajib menyerahkan hadiah yang tidak tertebak ke Kementerian Sosial. Belum diketahui program yang membuat dua mobil Mercedes-Benz kini juga tersimpan di Kementerian Sosial.

2. GAR ITB Minta Pembela Din Syamsuddin Baca Laporan Mereka ke KASN

Perwakilan Gerakan Antiradikalisme Alumni Institut Teknologi Bandung (GAR ITB) Shinta Madesari Hudiarto enggan menanggapi berbagai pembelaan terhadap dosen Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Muhammad Sirajuddin Syamsuddin alias Din Syamsuddin yang dilaporkan ke Komisi Aparatur Sipil Negara terkait radikalisme. Shinta menduga para pihak yang membela Din belum membaca dengan cermat laporan GAR ITB kepada KASN.

"GAR tidak akan menanggapi apa-apa, lha wong Bapak-bapak itu mungkin juga belum pernah baca laporannya. Baca dulu lah dengan cermat, baru komen.," kata Shinta ketika dihubungi, Sabtu, 13 Februari 2021.

Shinta mengatakan GAR ITB melaporkan Din Syamsuddin ke KASN dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) pada 28 Oktober 2020. Dalam salinan surat kepada kedua kepala lembaga tersebut, GAR ITB menilai Din telah melakukan pelanggaran substansial atas norma dasar, kode etik, dan kode perilaku ASN, dan/atau pelanggaran disiplin PNS.

Din dinilai bersikap konfrontatif terhadap lembaga negara dan keputusannya. Ini merujuk pada pernyataan Din yang dianggap melontarkan tuduhan tentang adanya ketidakjujuran dan ketidakadilan dalam proses peradilan di Mahkamah Konstitusi terkait sengketa Pilpres 2019.

Din juga dianggap mendiskreditkan dan menstimulasi perlawanan terhadap pemerintah yang berisiko memicu disintegrasi bangsa. Buktinya, menurut GAR ITB, adalah pernyataan Din dalam webinar "Menyoal Kebebasan Berpendapat dan Konstitusionalitas Pemakzulan Presiden di Era Pandemi Covid-19" yang diselenggarakan Masyarakat Hukum Tata Negara Muhammadiyah (Mahutama) dan Kolegium Jurist Institute (KJI) pada 1 Juni 2020.

Dalam webinar itu, Din dianggap memiliki prasangka buruk terhadap pemerintah, menuduh pemerintah otoriter, represif, serta anti terhadap kebebasan berpendapat, menuduh pimpinan negara telah membangun sistem kediktatoran konstitusional, menuduh pemerintah melanggar konstitusi serta menjalankan roda pemerintahan secara menyimpang, dan menuduh pemerintah telah melakukan pembiaran terhadap berkembangnya paham komunisme.

Kiprah Din dalam Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) juga turut dipersoalkan. KAMI dinilai sebagai cerminan oposisi pemerintah. Din dianggap melanggar sumpah dan kewajibannya sebagai ASN untuk selalu setia dan taat sepenuhnya kepada pemerintahan yang sah dengan menjadi pemimpin dan bergabung dalam organisasi ini.

Selain itu, GAR ITB menilai Din melontarkan fitnah dan mengeksploitasi sentimen agama saat merespons kejadian penganiayaan fisik yang dialami ulama Syekh Ali Jaber. Padahal, tulis GAR ITB, kejadian itu merupakan kasus pidana umum. "GAR ITB melihat adanya nuansa licik dalam cara terlapor mendramatisasi kasus kriminal tersebut."

Menurut GAR ITB, Din telah melanggar Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS, Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS, dan Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Noor 21 Tahun 2020 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS.

"Terlapor telah melakukan berbagai tindak pelanggaran disiplin PNS, yang berdampak negatif pada pemerintah dan NKRI," begitu tertulis dalam surat.

Maka dari itu, GAR ITB menilai Din layak dijatuhi hukuman disiplin paling berat. Merujuk PP Nomor 53 Tahun 2010, hukuman disiplin berat meliputi penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama tiga tahun; pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah; pembebasan dari jabatan; pemberhentian dengan tidak hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS; dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.

Shinta mengatakan, pada 24 November 2020 KASN telah melimpahkan kasus tersebut kepada Satuan Tugas Radikalisme SKB 11 Menteri. Pada 19 Januari 2021, GAR ITB menanyakan kepada Satgas ihwal perkembangan penanganan kasus itu.

Lalu pada 28 Januari 2021, GAR ITB mengirim surat kepada KASN dan meminta ada keputusan terkait aspek disiplin PNS terhadap Din Syamsuddin kendati kasusnya sudah dilimpahkan kepada Satgas. Surat terakhir inilah yang kemudian ramai diperbincangkan hingga sejumlah pihak menyatakan pembelaan terhadap Din. Berita soal Risma dan Din Syamsuddin menjadi paling banyak dibaca akhir pekan ini.


BUDIARTI UTAMI PUTRI | FRISKI RIANA | DEWI NURITA

Berita terkait

Kemensos Lakukan Asesmen Biopsikososial Terhadap 284 ODGJ

1 hari lalu

Kemensos Lakukan Asesmen Biopsikososial Terhadap 284 ODGJ

Menteri Sosial (Mensos), Tri Rismaharini, melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Sumba Timur, untuk memastikan penanganan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ)

Baca Selengkapnya

Berpeluang Jadi Calon Gubernur Jakarta, Presiden PKS Pilih Jadi Komandan Pemenangan Partai

3 hari lalu

Berpeluang Jadi Calon Gubernur Jakarta, Presiden PKS Pilih Jadi Komandan Pemenangan Partai

Ahmad Syaikhu mengatakan PKS telah menyiapkan kader-kader terbaik untuk Pilkada Jakarta.

Baca Selengkapnya

Pengamat Sebut Keunggulan Khofifah dari Risma di Pilkada Jatim, Apa Saja?

4 hari lalu

Pengamat Sebut Keunggulan Khofifah dari Risma di Pilkada Jatim, Apa Saja?

Posisi Risma sebagai kader PDIP dinilai mampu memberikan keuntungan bagi Khofifah di Pilkada Jatim.

Baca Selengkapnya

Pakar Sebut Ahok Masih Berminat Maju di Pilkada Jakarta, Apa Alasannya?

5 hari lalu

Pakar Sebut Ahok Masih Berminat Maju di Pilkada Jakarta, Apa Alasannya?

Ahok akan bersaing dengan sejumlah nama populer dalam Pilkada Jakarta 2024.

Baca Selengkapnya

PKS Buka Peluang Usung Ahmad Syaikhu di Pilkada Jakarta, Ini Alasannya

6 hari lalu

PKS Buka Peluang Usung Ahmad Syaikhu di Pilkada Jakarta, Ini Alasannya

Partai Golkar DKI menyatakan Ridwan Kamil akan maju di Pilkada Jawa Barat, bukan di Pilkada Jakarta.

Baca Selengkapnya

Deretan Mobil Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung, dari Rolls Royce sampai Ferrari

7 hari lalu

Deretan Mobil Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung, dari Rolls Royce sampai Ferrari

Berikut sederet mobil Harvey Moeis yang telah disita Kejaksaan Agung.

Baca Selengkapnya

Masuk Bursa Cagub Jakarta, Risma: Saya Takut dan Tak Punya Uang

7 hari lalu

Masuk Bursa Cagub Jakarta, Risma: Saya Takut dan Tak Punya Uang

PDIP sebelumnya mengusulkan Menteri Sosial Tri Rismaharini hingga Menpan RB Abdullah Azwar Anas sebagai cagub Jakarta.

Baca Selengkapnya

Bantu Desain Ulang Kemasan, Upaya Kemensos Keluarkan Pelaku UMKM dari Kemiskinan

8 hari lalu

Bantu Desain Ulang Kemasan, Upaya Kemensos Keluarkan Pelaku UMKM dari Kemiskinan

Sebanyak 11 ribu orang telah keluar dari kemiskinan. Di bulan ini, ada sekitar 4.000 orang keluar dari kemiskinan

Baca Selengkapnya

Ahok Masuk Bursa Cagub DKI dari PDIP Selain Risma, Andika Perkasa, dan Basuki Hadimuljono

8 hari lalu

Ahok Masuk Bursa Cagub DKI dari PDIP Selain Risma, Andika Perkasa, dan Basuki Hadimuljono

PDIP mulai menjaring empat nama yang akan menjadi calon Gubernur (Cagub) DKI Jakarta. Lantas, siapa saja bakal cagub DKI Jakarta yang diusung PDIP?

Baca Selengkapnya

37 Tahun Rudy Salim, Pernah Menolak Denda 9 Mobil Mewah dari Bea Cukai

9 hari lalu

37 Tahun Rudy Salim, Pernah Menolak Denda 9 Mobil Mewah dari Bea Cukai

Pengusaha muda kelahiran 24 April 1987, Rudy Salim pernah menolak denda untuk 9 mobil mewah dari Bea Cukai.

Baca Selengkapnya