DPR Didesak Lakukan Pemeriksaan Internal soal Pasal 46 Migas UU Cipta Kerja

Reporter

Dewi Nurita

Editor

Amirullah

Jumat, 23 Oktober 2020 15:45 WIB

Seorang massa aksi menunjukan poster saat mengikuti aksi blokir Jalan Nasional dan Kawasan Industri di Rancaekek, Kabupaten Bandung, Kamis, 22 Oktober 2020. Dalam aksinya, buruh menuntut agar Presiden Joko Widodo tidak menandatangani RUU Cipta Kerja serta mendesak presiden untuk mengeluarkan PERPPU. ANTARA/Raisan Al Farisi

TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat Politik Ray Rangkuti menyebut kesalahan DPR yang lupa menghapus Pasal 46 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dari naskah final UU Cipta Kerja, tidak bisa dianggap enteng.

"Mengapa pasal yang sudah dinyatakan dihapus, tapi masih bisa masuk di dalam naskah UU yang bahkan disampaikan kepada presiden?" ujar Rangkuti lewat keterangan tertulis, Jumat, 23 Oktober 2020.

Menurut Rangkuti, DPR harus melakukan pemeriksaan internal untuk memastikan tidak ada unsur kesengajaan untuk tetap memasukan pasal 46 tentang migas itu ke dalam UU Cipta Kerja belakangan.

Pasal 46 UU Migas sebelumnya tercantum dalam naskah omnibus law setebal 812 halaman yang dikirimkan DPR kepada Presiden Joko Widodo. Padahal, pasal 46 ini sebelumnya telah ditolak dalam rapat Panja DPR karena adanya usul dari pemerintah untuk menambah ayat (5) tentang pengalihan kewenangan penetapan toll fee gas bumi melalui pipa yang sebelumnya ditetapkan BPH Migas, beralih ke tangan Menteri Energi dengan persetujuan presiden.

Penambahan ayat itu ditolak. Dengan begitu, Pasal 46 UU Migas tidak berubah. Oleh karena itu, pasal 1-4 pun semestinya dihapus dalam naskah final. Namun kenyataannya, Pasal 46 ayat (5) tetap masuk draf 905 halaman yang dibawa ke rapat paripurna 5 Oktober lalu. Pun, dalam naskah 812 halaman yang dikirimkan kepada Presiden Jokowi melalui Kementerian Sekretariat Negara.

Sampai di Setneg, naskah itu dicek kembali dan ditemukan masih ada Pasal 46 itu. Ketika dikonfirmasi, Ketua Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Supratman Andi Agtas menyebut bahwa mereka lupa menghapus pasal tersebut dan siap mengoreksi ulang. "Lalu, ada permintaan recall dari Setneg terkait hal tersebut. Setneg minta konfirmasi dan saya paraf," ujar Supratman.

Sehingga, dalam naskah omnibus law setebal 1.187 halaman yang dikirimkan Sekretariat Negara ke sejumlah organisasi masyarakat Islam, pasal 46 sudah tak ada lagi. "Jadi, ada koreksi teknis penulisan saja," ujar dia.

Supratman mengaku tak masalah jika kesalahan teknis ini kemudian menimbulkan kecurigaan-kecurigaan masyarakat akan kemungkinan adanya pasal selundupan. "Wajarlah kalau ada kecurigaan itu, tapi pertanyaannya apakah (penghapusan pasal) itu menjadi sesuatu yang substansial atau tidak? Saya yakin, begitu dicocokkan dengan UU existing-nya dan pengaturannya double, ya, memang seharusnya dihapus," ujar Supratman.

Berita terkait

Pertamina Hulu Energi: Produksi Migas 1,04 Juta Barel per Hari Triwulan I-2024

5 jam lalu

Pertamina Hulu Energi: Produksi Migas 1,04 Juta Barel per Hari Triwulan I-2024

Hingga Maret 2024, Pertamina Hulu Energi juga mencatatkan kinerja penyelesaian pengeboran tiga sumur eksplorasi.

Baca Selengkapnya

Ketahui 3 Aturan Baru Tentang Kepala Desa Dalam UU Desa

17 jam lalu

Ketahui 3 Aturan Baru Tentang Kepala Desa Dalam UU Desa

Pemerintah akhirnya mengesahkan UU Desa terbaru yang telah diteken Jokowi dan diwacanakan perubahannya sejak Mei 2022. Apa saja aturan barunya?

Baca Selengkapnya

Permintaan Tambah Masa Jabatan Kepala Desa Dikabulkan, Kok Bisa?

17 jam lalu

Permintaan Tambah Masa Jabatan Kepala Desa Dikabulkan, Kok Bisa?

Permintaan para kepala desa agar masa jabatannya ditambah akhirnya dikabulkan pemerintah. Samakah hasilnya dengan UU Desa?

Baca Selengkapnya

DPR Agendakan Rapat Evaluasi Pemilu 2024 dengan KPU pada 15 Mei

18 jam lalu

DPR Agendakan Rapat Evaluasi Pemilu 2024 dengan KPU pada 15 Mei

KPU sebelumnya tidak menghadiri undangan rapat Komisi II DPR karena bertepatan dengan masa agenda sidang sengketa Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya

Amnesty Desak DPR dan Pemerintah Buat Aturan Ketat Impor Spyware

1 hari lalu

Amnesty Desak DPR dan Pemerintah Buat Aturan Ketat Impor Spyware

Amnesty mendesak DPR dan pemerintah membuat peraturan ketat terhadap spyware yang sangat invasif dan dipakai untuk melanggar HAM

Baca Selengkapnya

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

2 hari lalu

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

KPK menemukan beberapa dokumen yang berhubungan dengan proyek dugaan korupsi pengadaan perlengkapan rumah dinas DPR dalam penggeledahan.

Baca Selengkapnya

KM ITB Desak Pemerintah Cabut UU Cipta Kerja dan Cegah Eksploitasi Kelas Pekerja

2 hari lalu

KM ITB Desak Pemerintah Cabut UU Cipta Kerja dan Cegah Eksploitasi Kelas Pekerja

Keberadaan UU Cipta Kerja tidak memberi jaminan dan semakin membuat buruh rentan.

Baca Selengkapnya

Said Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029

3 hari lalu

Said Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029

Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyakini partainya masuk ke Senayan pada pemilu 2029 mendatang.

Baca Selengkapnya

Said Iqbal Ungkap Dua Tuntutan Buruh Saat May Day

3 hari lalu

Said Iqbal Ungkap Dua Tuntutan Buruh Saat May Day

Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, mengungkapkan dua tuntutan para pekerja di Indonesia pada Hari Buruh Internasional alias May Day.

Baca Selengkapnya

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

3 hari lalu

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

KPK melanjutkan penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan sarana kelengkapan rumah jabatan anggota DPR RI tahun anggaran 2020

Baca Selengkapnya