TEMPO Interaktif, Jakarta:Terdakwa Tommy Soeharto mengaku lebih sering berada di rumahnya, di Jalan Cendana 12, Jakarta Pusat, selama menjadi buronan polisi. Pengakuan Tommy di persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ini disampaikan atas pertanyaan hakim dan jaksa penuntut tentang upaya menghindari eksekusi vonis 18 bulan dalam perkara ruilslag gudang Bulog. Beberapa tempat yang pernah dikunjungi Tommy selama buron diantaranya adalah Taman Mini Nasional Indah, Cinere, Garut, Apartemen Cemara, Cendana, Maleo II, Anyer dan Dalem Kalitan di Surakarta. “Paling sering di Cendana,” kata terdakwa perkara pembunuhan Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita itu kepada hakim di Gedung Serbaguna Badan Meteorologi dan Geofisika, Kemayoran, Rabu (26/6). Tommy menyangkal memiliki senjata api yang disita polisi di Alam Segar dan Apartemen Cemara. Menurutnya, semua senjata api miliknya sudah diserahkan ke Polda Metro Jaya ketika Presiden Abdurrahman Wahid mengungkapkan masih adanya senjata yang disimpan di Cendana. “Saya tidak pernah mengetahui kenapa barang-barang itu (senjata, red) berada di Apartemen Cemara,” sanggahnya. Tommy juga menyangkal dakwaan menganjurkan untuk menghilangkan nyawa Hakim Agung itu. Ia yang mengaku pernah bertemu dengan Syafiuddin di kediaman Syafiuddin di Cipayung, untuk membahas kasasi perkara ruilslag gudang Bulog. Ia menjajaki kemungkinan pengajuan peninjauan kembali perkara tersebut. Syaifuddin, menurut Tommy menyarankan agar menemui Presiden Abdurrahman Wahid. Tapi Tommy sempat mempertanyakan saran tersebut. “Tahu sendirilah,” kata Tommy menirukan ucapan Syafiuddin ketika itu. Tommy juga sempat menyinggung dana Rp 12 miliar yang pernah disebut Dio Hardy dalam kesaksiannya beberapa pekan lalu untuk membiayai demonstrasi menentang Wahid. Tommy mengakui mengeluarkan dana tersebut, dari perusahaan dengan komisaris Dion Hardy. Sebelum Tommy, sidang juga memeriksa saksi Purwanto, pensiunan polisi dan pernah menjadi ahli di bagian perizinan senjata api non organik dan bahan peledak di Mabes Polri. Ia menjelaskan proses pemberian izin kepemilikan senjata api sangat selektif dan tidak bisa diberikan kepada sembarang orang. Seseorang yang ingin memiliki senjata api juga harus menjalani serangkaian tes baik kesehatan maupun kejiwaan, sampai kemudian mendapat izin khusus senjata api (IKSA) yang ditandatangani Kapolri. Tapi, rekomendasi hanya diberikan untuk senjata api dari luar negeri. Majelis sebenarnya juga berniat memeriksa pejuang pro integrasi Eurico Guterres. Surat permohonan Eurico yang meminta bantuan kemanusiaan untuk pengungsi tim-tim kepada Tommy ditemukan di Alam Segar bersama dengan senjata api dan bahan peledak. Namun karena Eurico Guterres tidak hadir, maka kesaksian Eurico dalam berita acara perkara (BAP) dibacakan Jaksa Penuntut Hasan Madani. Dalam BAP Eurico menyatakan tidak mengetahui bagaimanan surat tersebut bisa berada di Alam Segar. Namun dia mengakui telah mengirim surat tersebut. Ia meminta temannya, Frans, yang menyanggupi membantunya mendapat bantuan tersebut dari Tommy. (Multazam-Tempo News Room)
Berita terkait
Dubes RI Resmikan Pesantren Pertama NU di Jepang
4 menit lalu
Dubes RI Resmikan Pesantren Pertama NU di Jepang
Duta Besar Republik Indonesia untuk Jepang Heri Akhmadi meresmikan pesantren pertama Nahdlatul Ulama (NU)