MAKI Minta Jabatan Diturunkan ke Dewas, Firli Bahuri: Ikuti Undang-Undang Saja

Reporter

Fikri Arigi

Selasa, 25 Agustus 2020 12:45 WIB

Satu dari tiga foto menunjukkan kegiatan Ketua KPK, Firli Bahuri, menumpangi helikopter berkode PK-JTO, turut dilampirkan Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia yang dilaporkan ke Dewan Pengawas KPK, Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Kamis, 25 Juni 2020. Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia kembali mengadukan Ketua KPK, Firli Bahuri, ke Dewas KPK terkait pelanggaran kode etik karena bergaya hidup mewah dengan naik helikopteruntuk kepentingan pribadi. TEMPO/Imam Sukamto
<p><strong>TEMPO.CO, Jakarta</strong> - Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengaku dalam <a href="https://www.tempo.co/tag/sidang-etik" target="_blank" rel="noopener">sidang etik</a> Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memohon kepada Dewas agar Ketua KPK <a href="https://www.tempo.co/tag/firli-bahuri" target="_blank" rel="noopener">Firli Bahuri</a> dijadikan wakil ketua.</p><p>"Saya sampaikan juga jika ini nanti terbukti melanggar, saya mohon Pak Firli cukup jadi wakil ketua, ketua diganti orang lain, saya sampaikan juga," kata Boyamin di di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi atau Gedung KPK lama, Jakarta, Selasa 25 Agustus 2020.</p><p>Boyamin mengatakan hal tersebut hanya sekedar permohonan kepada Dewas saja. Meski dalam sidang pada saat ia menyampaikan itu hadir pula Firli, ia meminta agar permohonan itu tidak ditanggapi.</p><p>Namun Firli telah menanggapi permohonan tersebut kepada media. "Kita ikuti Undang undang saja ya," kata Firli.</p><p>Pada Sabtu 20 Februari 2020, Firli melakukan perjalanan dari Palembang ke Baturaja, Sumatera Selatan, untuk kepentingan pribadi keluarga, yakni ziarah ke makam orang tuanya.</p><p>Perjalanan tersebut menggunakan sarana helikopter milik perusahaan swasta dengan kode PK-JTO berkategori mewah (helimousine) karena pernah digunakan motivator dan pakar pemasaran Tung Desem Waringin yang disebut sebagai Helimousine President Air. Kasus ini kemudian dibawa ke sidang etik.<br /><br />Dalam sejumlah kasus etik yang menyeret pimpinan KPK sebelumnya, mereka yang terbukti dalam kasus yang diadukan hanya mendapat peringatan tertulis atau sanksi ringan.<br /><br />Beradasarkan Peraturan Dewan Pengawas Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK, <a href="https://www.tempo.co/tag/dewan-pengawas-kpk" target="_blank" rel="noopener">Dewan Pengawas KPK</a> dapat memberikan tiga jenis sanksi, yakni ringan, sedang, atau berat, bagi pegawai atau pimpinan KPK yang terbukti melanggar peraturan.</p><p>Pimpinan KPK yang terbukti melanggar aturan, maka sanksi berat berupa:<br />a. Pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan;<br />b. Diminta untuk mengajukan pengunduran diri sebagai Dewan Pengawas dan Pimpinan.</p><p>FIKRI ARIGI</p>

Berita terkait

Berita terkait tidak ada