TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Reisa Broto Asmoro mengatakan rapid test masih dibutuhkan dalam penanganan Covid-19, terutama sebagai salah satu upaya untuk menyaring apakah individu memiliki risiko terinfeksi virus atau tidak.
"Seperti dijelaskan di Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 revisi kelima oleh Kementerian Kesehatan bahwa tes cepat tidak digunakan untuk kepentingan diagnostik," kata Reisa di Graha BNPB, Sabtu, 18 Juli 2020.
Reisa menjelaskan rapid test atau tes cepat dibutuhkan dalam kondisi keterbatasan kapasitas pemeriksaan RT-PCR atau tes dengan sampel swab. "Tes cepat dapat digunakan untuk penapisan atau penyaringan terhadap populasi yang dianggap berisiko tinggi terinfeksi Covid-19," ujarnya.
Selain itu, Reisa mengatakan tes cepat digunakan untuk mereka yang akan melakukan perjalanan dan pelacakan kontak erat dalam kelompok rentan risiko.
Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO pun, kata Reisa, merekomendasikan tes cepat digunakan untuk penelitian epidemiologi atau penelitian lainnya yang berhubungan dengan pencegahan infeksi Covid-19. "Penggunaan tes cepat mengikuti perkembangan teknologi terkini dan rekomendasi dari WHO," ujarnya.
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto sebelumnya mengeluarkan aturan baru, yaitu Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/413/2020tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19. Salah satu poinnya, tes cepat tidak direkomendasikan lagi untuk mendiagnosa orang yang terinfeksi Covid-19. "Penggunaan Rapid Test tidak digunakan untuk diagnostik," demikian tertuang pada halaman 82 di bagian defisini operasional peraturan anyar ini.
Prof Tjandra Yoga Aditama Penulis 254 Artikel Covid-19, Terbanyak di Media Massa Tercatat di MURI
16 hari lalu
Prof Tjandra Yoga Aditama Penulis 254 Artikel Covid-19, Terbanyak di Media Massa Tercatat di MURI
MURI nobatkan Guru Besar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran UI, Prof Tjandra Yoga Aditama sebagai penulis artikel tentang Covid-19 terbanyak di media massa