Koalisi Masyarakat Sipil Desak Pemerintah Adakan Tes PCR Massal

Reporter

Friski Riana

Editor

Amirullah

Minggu, 12 April 2020 17:39 WIB

Petugas Dinas Kesehatan Kota Bogor melakukan Rapid Test massal Covid-19 dengan skema drive thru di halaman GOR Pajajaran, Bogor, Jawa Barat, Selasa 7 April 2020. Presiden Joko Widodo meminta pemeriksaan Covid-19 dengan metode polymerase chain reaction (PCR) dan rapid test dipercepat untuk mengetahui jumlah riil pasien positif di Indonesia. REUTERS/Willy Kurniawan

TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil mendesak pemerintah mengadakan tes polymerase chain reaction atau PCR secara massal, agar cepat mendeteksi warga yang positif terinfeksi Covid-19. “Pemerintah perlu memastikan adanya tes PCR secara massal,” kata Irma Hadayana, anggota Koalisi Masyarakat Sipil, dalam siaran tertulisnya, Ahad, 12 April 2020.

Irma menilai, rapid test yang selama ini dilakukan terbukti tidak akurat dan tidak akan menyelesaikan masalah. “Justru membuang-buang anggaran, waktu, dan tenaga. Dan berujung pada penanganan serta kebijakan yang tidak tepat,” katanya.

Penanganan pemerintah yang lambat dan salah arah ini juga minim pengawasan DPR. Alih-alih melakukan pengawasan terhadap penanganan Covid-19, kata Irma, DPR malah sibuk membahas berbagai RUU yang sudah ditolak masyarakat seperti omnibus law dan RKUHP.

Menurut Koalisi, implementasi tes PCR untuk mendeteksi Covid-19 masih berjalan lambat karena hanya dilakukan oleh 18 laboratorium. Akibatnya, penanganan pasien yang belum mendapat akses untuk dites menjadi lamban dan berujung pada risiko kehilangan nyawa. Hasil tes yang terlambat, bahkan baru keluar setelah orang yang dites meninggal dunia juga meningkatkan kerentanan dan berpotensi memperluas penyebaran Covid-19.

Koalisi juga menilai, pengumuman hasil tes yang hanya dapat dilakukan oleh pemerintah pusat turut menghambat penanganan medis oleh tenaga kesehatan di lapangan. Selain itu, beberapa kali bagian dari lembaga pemerintah, bahkan Presiden dan juru bicara gugus tugas COVID-19 memberikan pernyataan tentang adanya perbedaan data.

Advertising
Advertising

“Pernyataan-pernyataan terkait data seperti ini membingungkan masyarakat dan bisa mengurangi kepercayaan terhadap akurasi data yang disampaikan pemerintah secara resmi,” ujar Irma.

Padahal, data kondisi terkini sangat diperlukan untuk membuat kebijakan yang tepat. Menurut Irma, tidak transparannya metode testing dan hasilnya yang dilakukan pemerintah memperburuk sisi akuntabilitas negara dalam menangani pandemi ini.

Irma menyarankan pemerintah untuk memastikan aboratorium tes PCR tersebar di semua wilayah dan dengan perhatian khusus epicenter pandemi seperti Jabodetabek.

Pemerintah juga diminta membuat prosedur tes PCR yang memudahkan semua kalangan, memprioritaskan yang rentan terekspos virus, dan tidak mendahulukan orang-orang tertentu karena jabatan, kelas sosial atau kekayaan.

Berita terkait

Gejala Baru pada Pasien DBD yang Dialami Penyintas COVID-19

1 hari lalu

Gejala Baru pada Pasien DBD yang Dialami Penyintas COVID-19

Kemenkes mendapat beberapa laporan yang menunjukkan perubahan gejala pada penderita DBD pascapandemi COVID-19. Apa saja?

Baca Selengkapnya

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

1 hari lalu

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

Selain AstraZeneca, ini deretan vaksin Covid-19 yang pernah digunakan di Indonesia

Baca Selengkapnya

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

1 hari lalu

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

MUI sempat mengharamkan vaksin AstraZeneca. Namun dibolehkan jika situasi darurat.

Baca Selengkapnya

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

1 hari lalu

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Sebanyak 453 juta dosis vaksin telah disuntikkan ke masyarakat Indonesia, dan 70 juta dosis di antaranya adalah vaksin AstraZeneca.

Baca Selengkapnya

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

2 hari lalu

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

Astrazeneca pertama kalinya mengakui efek samping vaksin Covid-19 yang diproduksi perusahaan. Apa saja fakta-fakta seputar kasus ini?

Baca Selengkapnya

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

7 hari lalu

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

KPK masih terus menyelidiki kasus korupsi pada proyek pengadaan APD saat pandemi Covid-19 lalu yang merugikan negara sampai Rp 625 miliar.

Baca Selengkapnya

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

8 hari lalu

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

Langkah ini untuk menghindari kebingungan penularan wabah yang terjadi di awal pandemi COVID-19, yang menyebabkan korban jiwa yang cukup signifikan.

Baca Selengkapnya

Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

9 hari lalu

Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

Perum Peruri mencatat lonjakan permintaan pembuatan paspor dalam negeri hingga tiga kali lipat usai pandemi Covid-19.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN di Spanyol Temukan Antibodi Pencegah Virus SARS-CoV-2

12 hari lalu

Peneliti BRIN di Spanyol Temukan Antibodi Pencegah Virus SARS-CoV-2

Fungsi utama antibodi itu untuk mencegah infeksi virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan pandemi Covid-19 pada 2020.

Baca Selengkapnya

Prof Tjandra Yoga Aditama Penulis 254 Artikel Covid-19, Terbanyak di Media Massa Tercatat di MURI

16 hari lalu

Prof Tjandra Yoga Aditama Penulis 254 Artikel Covid-19, Terbanyak di Media Massa Tercatat di MURI

MURI nobatkan Guru Besar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran UI, Prof Tjandra Yoga Aditama sebagai penulis artikel tentang Covid-19 terbanyak di media massa

Baca Selengkapnya