TEMPO Interaktif, Jakarta:Di Aceh, hukum hanya berlaku untuk maling sepatu dan ayam, kata koordinator SAMAK (Solidaritas Masyarakat Anti Korupsi) J. Kamal Farza, dalam konferensi persnya tentang dugaan kasus korupsi gubernur Nanggroe Aceh Darussalam di kantor Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GERAK) Indonesia, Jakarta, Selasa (6/5). Menurutnya, kasus korupsi di Aceh yang dilakukan oleh gubernur NAD Abdullah Puteh, selama ini tidak tersentuh hukum. Pada tahun 2002, SAMAK menginformasikan bahwa ada sekitar 392 kasus korupsi yang terjadi di Aceh, yang dilakukan oleh Abdullah Puteh. Hal ini menunjukkan tidak bekerjanya hukum di Aceh, tegasnya. Pihaknya sampai saat ini telah melakukan berbagai hal untuk mendorong masyarakat menyelesaikan kasus korupsi di Aceh, menyiapkan landasan hukum bagi kasus korupsi dan terus berupaya membongkar kasus korupsi yang terjadi. Mengenai hasil kerja tim audit dari pemerintah pusat, Kamal mengatakan bahwa selama ini tim tersebut tidka bekerja dengan baik. Mereka hanya bekerja menilai administrasi, hanya memeriksa laporan keuangan yang ada. Tidak mengetahui mana yang asli dan mana yang fiktif, ujarnya. Kedua tim yang berasal dari BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dan Depdagri, menurut Kamal, selama ini tidak pernah terjun ke lapangan dan tidak melakukan audit secara menyeluruh. Kapan mereka bisa menemukan penyelewengan, kalau memeriksanya di hotel terus, ujarnya dengan nada kesal. Kamal juga menyatakan, karena tidak pernah terjun ke lapangan itulah, maka kalangan organisasi non pemerintah ini tidak mengenal siapa anggota tim dan tidak mengetahui secara pasti apa yang sedang, akan, dan telah mereka lakukan selama berada di Aceh. (D.A Candraningrum TNR)