Novel Baswedan Sebut 6 Anggota DPR Tekan Miryam di Kasus E-KTP

Reporter

Antara

Editor

Juli Hantoro

Rabu, 9 Oktober 2019 19:22 WIB

Penyidik senior KPK, Novel Baswedan memberikan keterangan kepada awak media di gedung KPK, Jakarta, Rabu, 10 Juli 2019. Novel Baswedan berharap hasil yang ditemukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) sangat signifikan untuk mengungkap pelaku lapangan dan aktor penyerangan terhadap dirinya, yang akan menjadi menjadi tolok ukur apakah kepolisian mampu bekerja sama memberantas korupsi. TEMPO/Imam Sukamto

TEMPO.CO, Jakarta - Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menyebut terdapat enam anggota DPR yang menekan Miryam S Haryani terkait kasus korupsi pengadaan KTP elektronik atau e-KTP.

Hal itu dikatakan Novel saat dia dan mantan anggota DPR RI Miryam S Haryani menjadi saksi dalam persidangan kasus korupsi pengadaan e-KTP dengan terdakwa anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golongan Karya Markus Nari di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Rabu, 9 Oktober 2019.

Ketua majelis hakim Frangki Tambuwun awalnya menanyakan kepada Novel apakah Miryam pada saat diperiksa menyampaikan bahwa ada anggota DPR RI yang menekan atau mengintimidasi.

"Apakah waktu saudara memeriksa Miryam, saksi (Miryam) ada sampaikan tekanan dari anggota dewan?" tanya Frangki.

"Ya ada," jawab Novel

Advertising
Advertising

Namun, Novel mengaku lupa terkait nama-nama anggota DPR yang menekan Miryam. Dia hanya menyebut bahwa jumlah anggota DPR yang dimaksud sebanyak lima atau enam orang.

Frangki kemudian menanyakan apakah di antara enam anggota DPR tersebut terdapat nama terdakwa Markus Nari. Novel kembali mengatakan bahwa dirinya tidak mengingat nama-nama anggota DPR itu.

"Saya lupa yang mulia. Tapi seingat saya pernah saya sampaikan di pemeriksaan sebelumnya. Ada 5-6 orang saya lupa, cuma pernah saya sampaikan dalam keterangan saya di persidangan," kata Novel.

Selanjutnya, Jaksa KPK membuka berita acara pemeriksaan (BAP) Novel Baswedan dan membacakan ulang pernyataan Novel terkait nama-nama anggota DPR yang menekan Miryam.

"Saya bacakan di sini, ada anggota DPR dari Komisi III, Bambang Soesatyo, Aziz Syamsudin, Masinton Pasaribu, Syarifuddin Sudding, Desmond Mahesa, dan satu lagi lupa. Betul itu?" tanya jaksa kepada Novel.

"Betul, betul," ucap Novel.

Pernyataan Novel tersebut sama seperti rekaman yang diputar dalam sidang kasus keterangan palsu dengan terdakwa Miryam S. Haryani di Pengadilan Tipikor, Jakarta, pada 14 Agustus 2017 lalu.

Dalam rekaman tersebut, Miryam menceritakan intimidasi yang dia terima dari sejumlah anggota Komisi III DPR kepada penyidik Novel Baswedan.

Dalam rekaman tersebut diketahui bahwa orang-orang yang mengintimidasi Miryam adalah politikus PDIP Masinton Pasaribu, politikus Partai Gerindra Desmond Mahesa, politikus Partai Hanura Syarifuddin Sudding, politikus Partai Golkar Aziz Syamsuddin dan Bambang Soesatyo, serta politikus PPP Hasrul Azwar.

Namun yang menarik pada persidangan hari ini, Miryam mengatakan tidak ada tekanan dari Komisi III DPR.

Dia mengaku telah mengklarifikasi dalam persidangan sebelumnya terkait pernyataan adanya anggota Komisi III DPR yang melakukan intimidasi.

Miryam justru mengatakan bahwa tekanan yang dia peroleh berasal dari Novel Baswedan, ketika menyidik dirinya.

Menurut dia, saat itu Novel menekan dengan mengatakan bahwa dirinya akan ditangkap oleh KPK.

"Menekannya itu seingat saya waktu saya dipanggil pertama kali. Beliau (Novel) bilang Bu Yani itu mau ditangkap. Itu tahun 2010," ucap Miryam.

Selain Miryam dan Novel, Jaksa KPK juga menghadirkan satu orang saksi lainnya yakni Jaksa KPK Aryawan Agustiartono.

Markus Nari telah ditetapkan sebagai tersangka dalam dua kasus terkait e-KTP.

Pertama, Markus Nari diduga dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional atau e-KTP tahun 2011-2012 pada Kementerian Dalam Negeri, dengan terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Selain itu, Markus Nari juga diduga dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan dugaan tindak pidana korupsi terhadap Miryam S Haryani dalam kasus indikasi memberikan keterangan tidak benar di Pengadilan Tipikor pada persidangan kasus e-KTP.

Kedua, KPK juga menetapkan Markus Nari sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan e-KTP 2011-2013 pada Kemendagri.

Sementara Miryam merupakan terpidana dalam kasus memberikan keterangan tidak benar dalam persidangan kasus e-KTP di Tipikor Jakarta.

Miryam kini juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus e-KTP, bersama beberapa tersangka baru lainnya, yakni Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos (PLS), Dirut Perum Percetakan Negara RI (PNRI) dan Ketua Konsorsium PNRI Isnu Edhi Wijaya (ISE) dan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP atau PNS Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Husni Fahmi (HSF).

Dalam konstruksi perkara terkait peran Miryam disebutkan bahwa pada Mei 2011, setelah RDP antara Komisi II DPR RI dan Kemendagri dilakukan, Miryam meminta 100.000 dolar AS kepada mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman. Duit itu untuk membiayai kunjungan kerja Komisi II ke beberapa daerah.

Permintaan itu, disanggupi dan penyerahan uang dilakukan di sebuah SPBU di Pancoran, Jakarta Selatan melalui perwakilan Miryam.

Tersangka Miryam S Haryani juga meminta uang dengan kode "uang jajan" kepada Irman sebagai Dirjen Dukcapil yang menangani e-KTP. Permintaan uang tersebut ia atasnamakan rekan-rekannya di Komisi II yang akan reses.

Sepanjang 2011-2012, Miryam diduga juga menerima beberapa kali dari Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Kemendagri Sugiharto.

Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, Miryam diduga diperkaya 1,2 juta dolar AS terkait proyek e-KTP tersebut.

Berita terkait

Novel Baswedan dan Eks Pegawai KPK Lainnya Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK soal Dugaan Pelanggaran Kode Etik

11 hari lalu

Novel Baswedan dan Eks Pegawai KPK Lainnya Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK soal Dugaan Pelanggaran Kode Etik

Novel Baswedan dkk melaporkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron atas dugaan pelanggaran kode etik karena telah melaporkan Anggota Dewas KPK Albertina Ho.

Baca Selengkapnya

Novel Baswedan Khawatir Penanganan Kasus Firli Bahuri Lambat karena Unsur Politis

13 hari lalu

Novel Baswedan Khawatir Penanganan Kasus Firli Bahuri Lambat karena Unsur Politis

Novel Baswedan mengakhatirkan proses yang lama itu akibat munculnya unsur politis dalam menangani kasus Firli Bahuri yang memeras SYL.

Baca Selengkapnya

Novel Baswedan Sebut Jika Polda Metro Jaya Tahan Firli Bahuri Bisa jadi Pintu Masuk Kasus Lainnya

13 hari lalu

Novel Baswedan Sebut Jika Polda Metro Jaya Tahan Firli Bahuri Bisa jadi Pintu Masuk Kasus Lainnya

Novel Baswedan menjelaskan, jika Firli Bahuri ditahan, ini akan menjadi pintu masuk bagi siapa pun yang mengetahui kasus pemerasan lainnya.

Baca Selengkapnya

Tak Hanya Remisi Lebaran, Tahun Lalu Setya Novanto Dapat Remisi HUT RI Selama 3 Bulan

23 hari lalu

Tak Hanya Remisi Lebaran, Tahun Lalu Setya Novanto Dapat Remisi HUT RI Selama 3 Bulan

Tidak hanya tahun ini, Setya Novanto alias Setnov pun mendapat remisi khusus Hari Raya Idulfitri 2023.

Baca Selengkapnya

7 Tahun Lalu Penyidik Senior KPK Novel Baswedan Disiram Air Keras, Ini Kronologi Teror yang Dihadapinya

25 hari lalu

7 Tahun Lalu Penyidik Senior KPK Novel Baswedan Disiram Air Keras, Ini Kronologi Teror yang Dihadapinya

Selasa subuh, 11 April 2017, tujuh tahun lalu eks penyidik senior KPK Novel Baswedan disiram air keras oleh dua orang tak dikenal. Begini kronologinya.

Baca Selengkapnya

Cara Mendapatkan KTP bagi Orang Asing di Indonesia

45 hari lalu

Cara Mendapatkan KTP bagi Orang Asing di Indonesia

Cara mendapatkan KTP bagi orang asing di Indonesia sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013. Ini syarat dan prosedurnya.

Baca Selengkapnya

Sikap Tokoh yang Surati Parpol untuk Dukung Hak Angket, dari Novel Baswedan hingga Suciwati

55 hari lalu

Sikap Tokoh yang Surati Parpol untuk Dukung Hak Angket, dari Novel Baswedan hingga Suciwati

Novel Baswedan mendukung hak angket karena tak ingin kecurangan dan praktik koruptif dalam pemilu dianggap lumrah atau dimaklumi.

Baca Selengkapnya

Kasus Korupsi di Internal KPK Terkuak, Novel Baswedan Khawatir KPK Hanya Jadi Bagian Masalah

55 hari lalu

Kasus Korupsi di Internal KPK Terkuak, Novel Baswedan Khawatir KPK Hanya Jadi Bagian Masalah

Eks penyidik KPK Novel Baswedan perlu kepemimpinan KPK yang berintegritas dan komitmen tinggi serta berkompeten untuk memberantas korupsi.

Baca Selengkapnya

Abraham Samad Turut Dukung Hak Angket DPR: Hukum Orang-orang yang Terlibat dalam Kecurangan Pemilu

56 hari lalu

Abraham Samad Turut Dukung Hak Angket DPR: Hukum Orang-orang yang Terlibat dalam Kecurangan Pemilu

Abraham Samad Ketua KPK 2011-2015 termasuk dari 50 tokoh yang menandatangani surat untuk ketua umum parpol agar gulirkan hak angket. Ini alasannya.

Baca Selengkapnya

50 Tokoh Surati Parpol Dukung Hak Angket Pemilu 2024, Begini Syarat Pengajuannya di DPR

56 hari lalu

50 Tokoh Surati Parpol Dukung Hak Angket Pemilu 2024, Begini Syarat Pengajuannya di DPR

Partai politik memiliki peran penting untuk merealisasikan hak angket dugaan kecurangan Pemilu 2024.

Baca Selengkapnya