YLBHI: Pembatasan Internet di Papua Adalah Rasis

Reporter

Tempo.co

Editor

Juli Hantoro

Rabu, 28 Agustus 2019 17:12 WIB

Massa Komite Mahasiswa Anti Rasisme, Kapitalisme, Kolonialisme dan Militerisme berunjuk rasa sembari berjalan menuju Istana Merdeka, Jakarta, Rabu, 28 Agustus 2019. Dalam aksi itu, mereka menuntut referendum. TEMPO/Subekti

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia ( YLBHI) Muhammad Isnur mengatakan pembatasan akses internet di Papua merupakan tindakan rasisme.

"Pemerintah membatasi internet, menutup informasi itu tindakan yang rasis dalam konteks Papua," kata Isnur di Kantor KontraS pada Rabu, 28 Agustus 2019.

Isnur mengatakan, di Jawa itu setiap hari ada demonstrasi, di Aceh juga ada hoax, di Kalimantan juga ada, tapi kenapa di wilayah lain tidak pernah ada pemblokiran internet satu provinsi.

Isnur melihat tindakan rasisme tersebut tidak hanya terjadi kepada masyarakat Papua saja, tetapi juga dengan pihak-pihak yang memihak kepada masyarakat Papua.

"Rasis itu bukan hanya kepada mereka (masyarakat Papua), pengacara pun mendapatkan stigma dan perlakuan yang mengerikan," kata Isnur. "Kami pengacaranya disebut monyet, babi, penghianat."

Advertising
Advertising

Pemblokiran internet hingga saat ini masih dilakukan di Papua. Kementerian Kominfo menyebut blokir baru akan dibuka setelah kondisi Papua kondusif.

Selama satu pekan terakhir, beberapa wilayah di Papua dilanda unjuk rasa besar yang berujung kerusuhan. Pada Senin, 19 Agustus 2019, massa membakar Gedung DPRD Manokwari, Papua Barat.

Mereka juga merusak bandar udara di kota Sorong. Unjuk rasa dilakukan setelah mereka mendengar kabar perlakuan rasisme kepada mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur. Tindakan itu dilakukan setelah warga Surabaya mendengar kabar ada bendera merah putih yang dibuang ke selokan di depan asrama mahasiswa Papua.

Beberapa ormas kemudian mengepung asrama itu. Ada juga anggota TNI yang terlibat. Saat pengepungan itulah terdengar kata-kata rasis kepada para mahasiswa Papua.

YLBHI berharap polisi menangkap para pelaku dan menjalankan proses hukum secara terbuka sehingga masyarakat dapat mengetahui. Hal tersebut dinilai dapat menimbulkan efek jera sehingga kejadian yang sama tidak terulang kembali.

"Kami mendorong para pelaku, polisi yang melakukan, aparat militer yang melakukan tindakan rasialis disidangkan dengan terbuka," kata Isnur.

Ia berpendapat jika memang aparat melakukan tindakan rasialis, selain diproses hukum juga harus mendapatkan sanksi berat yaitu diberhentikan dari kesatuan dan kepegawaian. Aparat seharusnya mencegah terjadinya kejahatan dan bertanggung jawab mematuhi hukum bukan menjadi pelaku.

MARVELA

Berita terkait

TNI-Polri Evakuasi Jenazah Warga Sipil yang Dibunuh TPNPB-OPM di Kampung Pogapa

5 jam lalu

TNI-Polri Evakuasi Jenazah Warga Sipil yang Dibunuh TPNPB-OPM di Kampung Pogapa

Aleksander Parapak tewas ditembak kelompok bersenjata TPNPB-OPM saat penyerangan Polsek Homeyo, Intan Jaya, Papua

Baca Selengkapnya

Usai Serangan TPNPB-OPM, Polda Papua Tambah Personel dan Kirim Helikopter untuk Pengamanan di Intan Jaya

7 jam lalu

Usai Serangan TPNPB-OPM, Polda Papua Tambah Personel dan Kirim Helikopter untuk Pengamanan di Intan Jaya

Polda Papua akan mengirim pasukan tambahan setelah penembakan dan pembakaran SD Inpres oleh TPNPB-OPM di Distrik Homeyo Intan Jaya.

Baca Selengkapnya

Kopassus dan Brimob Buru Kelompok TPNPB-OPM Setelah Bunuh Warga Sipil dan Bakar SD Inpres di Papua

8 jam lalu

Kopassus dan Brimob Buru Kelompok TPNPB-OPM Setelah Bunuh Warga Sipil dan Bakar SD Inpres di Papua

Aparat gabungan TNI-Polri kembali memburu kelompok TPNPB-OPM setelah mereka menembak warga sipil dan membakar SD Inpres di Intan Jaya Papua.

Baca Selengkapnya

Ketua KPU Akui Sistem Noken di Pemilu 2024 Agak Aneh, Perolehan Suara Berubah di Semua Partai

1 hari lalu

Ketua KPU Akui Sistem Noken di Pemilu 2024 Agak Aneh, Perolehan Suara Berubah di Semua Partai

Ketua KPU Hasyim Asy'ari mengakui sistem noken pada pemilu 2024 agak aneh. Apa sebabnya?

Baca Selengkapnya

Komnas HAM Papua Rekomendasikan Pasukan Tambahan ke Intan Jaya Bukan Orang Baru

1 hari lalu

Komnas HAM Papua Rekomendasikan Pasukan Tambahan ke Intan Jaya Bukan Orang Baru

Komnas HAM Papua berharap petugas keamanan tambahan benar-benar memahami kultur dan struktur sosial di masyarakat Papua.

Baca Selengkapnya

5 Fakta Bentrok TPNPB-OPM vs TNI-Polri di Intan Jaya, SD Dibakar Hingga Warga Pogapa Diusir

1 hari lalu

5 Fakta Bentrok TPNPB-OPM vs TNI-Polri di Intan Jaya, SD Dibakar Hingga Warga Pogapa Diusir

TPNPB-OPM mengaku bertanggung jawab atas pembakaran SD Inpres Pogapa di Distrik Homeyo, Intan Jaya pada Rabu lalu,

Baca Selengkapnya

Kondisi Paniai Usai TPNPB-OPM Serang Patroli TNI, Kapolres: Relatif Aman

1 hari lalu

Kondisi Paniai Usai TPNPB-OPM Serang Patroli TNI, Kapolres: Relatif Aman

Kapolres Paniai mengatakan, warga kampung Bibida yang sempat mengungsi saat baku tembak OPM dan TNI, sudah pulang ke rumah.

Baca Selengkapnya

Usai Penembakan oleh OPM, Polda Papua: Situasi Paniai Sudah Aman

1 hari lalu

Usai Penembakan oleh OPM, Polda Papua: Situasi Paniai Sudah Aman

Polda Papua menyatakan situasi di Kabupaten Paniai kembali aman paska penembakan OPM terhadap anggota TNI yang berpatroli.

Baca Selengkapnya

Kata Komnas HAM Papua soal Permintaan TPNPB-OPM Warga Sipil Tinggalkan Kampung Pogapa: Wajar Demi Keselamatan

2 hari lalu

Kata Komnas HAM Papua soal Permintaan TPNPB-OPM Warga Sipil Tinggalkan Kampung Pogapa: Wajar Demi Keselamatan

Komnas HAM Papua menyatakan permintaan TPNPB-OPM bukan sesuatu yang berlebihan.

Baca Selengkapnya

Jepang Kucurkan Bantuan untuk Petani Skala Kecil di Papua

2 hari lalu

Jepang Kucurkan Bantuan untuk Petani Skala Kecil di Papua

Bantuan Jepang ini ditujukan untuk meningkatkan kehidupan petani skala kecil dan usaha perikanan di Papua

Baca Selengkapnya