Kasus BLBI, Kwik Kian Gie: Keputusan Megawati Berakibat Fatal

Kamis, 5 Juli 2018 14:36 WIB

Mantan Menteri Keuangan dan kepala KKSK, Kwik Kian Gie menjalani pemeriksaan, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 11 Desember 2017. Kwik Kian Gie diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Syafruddin A. Temenggung, terkait tindak pidana korupsi pemberian SKL kepada pemegang saham pengendali BDNI tahun 2004 sehubungan dengan pemenuhan kewajiban penyerahan aset oleh obligator BLBI kepada BPPN. TEMPO/Imam Sukamto

TEMPO.CO, Jakarta - Kwik Kian Gie menyinggung nama Megawati Sukarnoputri dalam sidang Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau kasus BLBI. Mantan Menteri Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) ini mengatakan Instruksi Presiden (Inpres) nomor 8 Tahun 2002 yang diteken Megawati ketika menjadi presiden berakibat fatal.

Inpres ini, kata Kwik, menjadi dasar terbitnya Surat Keterangan Lunas (SKL). “SKL sangat berbahaya dan akan menimbulkan persoalan di kemudian hari. Akan mengakibatkan kerugian negara yang sangat besar," kata Kwik Kian Gie saat bersaksi dalam sidang perkara korupsi BLBI di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis, 5 Juli 2018. Kwik bersaksi untuk terdakwa eks Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung.

Baca: Syafruddin Arsyad Temenggung Persoalkan Peran BI dalam Kasus BLBI.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Syafruddin telah merugikan negara Rp 4,58 triliun lewat penerbitan SKL. KPK menganggap surat lunas ini menguntungkan pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI), Sjamsul Nursalim.

SKL diterbitkan oleh BPPN berdasarkan Inpres R&D yang diteken Megawati pada 30 Desember 2002. Surat tersebut memberi jaminan pembebasan dari segala tuntutan hukum kepada para konglomerat yang dianggap telah melunasi utang BLBI.

Advertising
Advertising

Berdasarkan inpres tersebut, para debitor penerima BLBI dianggap sudah menuntaskan utangnya walaupun hanya membayar 30 persen dari jumlah kewajiban pemegang saham dalam bentuk uang tunai dan 70 persen dibayar dengan sertifikat bukti hak kepada BPPN. Berpijak pada bukti itulah para debitor yang kasusnya dalam penyidikan Kejaksaan Agung akan mendapatkan surat perintah penghentian perkara.

Simak: Jaksa Sebut Kasus BLBI dengan Terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung Merupakan Perkara Korupsi.

Pada saat pembahasan Inpres tersebut, Kwik menjabat Kepala Bappenas dan mantan pejabat Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK). Kwik mengatakan bolak-balik menentang kebijakan Megawati yang ingin menerbitkan Inpres soal BLBI. "Dua kali saya menggagalkan rencana itu, tapi dalam rapat ketiga saya kalah," kata Kwik Kian Gie.

Menurut Kwik, ada tiga kali rapat membahas rencana terbitnya Inpres yang berujung pada SKL. Kwik kemudian meminta jaksa membacakan keterangannya sesuai dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Menurut BAP yang kemudian dibacakan jaksa, rapat pertama dilakukan di kediaman Megawati di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat. Rapat itu berlangsung pada 2002.

Jaksa kasus BLBI menyebutkan dalam rapat itu hadir Menteri Koordinator Perekonomian Dorojatun Kuntjoro Jakti, Menteri Keuangan Boediono, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Laksamana Sukardi dan Jaksa Agung MA Rahman. Dalam rapat itu dibahas rencana menerbitkan SKL untuk para obligor yang dianggap kooperatif.

Baca juga: Yusril Sebut Pengadilan Tipikor Tidak Berwenang Adili Kasus BLBI

Kwik mengatakan dalam BAP-nya, Kooperatif yang dimaksud dalam rapat tersebut adalah pengusaha yang mau diajak bicara dan bertemu. Kwik menolak proposal tersebut. Menurut dia, obligor yang berhak mendapat SKL adalah mereka yang telah melunasi utangnya. "Untuk saya yang dinamakan kooperatif belum tentu menyelesaikan masalah, karena obligor bisa pura-pura kooperatif, tetapi de facto tidak pernah membayar."

Selain itu, Kwik Kian Gie berargumen pertemuan di Teuku Umar bukan rapat kabinet yang sah karena tak ada undangan tertulis dan tidak dilakukan di Istana Negara. "Megawati selaku presiden kemudian membatalkan kesepakatan di Teuku Umar tersebut," kata jaksa kasus BLBI membacakan BAP.

Jaksa menyatakan rapat kedua kemudian berlangsung di Istana Negara. Rapat itu kembali dihadiri pejabat yang datang pada saat rapat di Teuku Umar. Kwik Kian Gie kembali menolak usulan penerbitan SKL dalam rapat itu. "Presiden kembali tidak mengambil sikap," kata jaksa.

Jaksa penunutut umum KPK dalam sidang kasus BLBI menuturkan untuk ketiga kalinya rapat pembahasan penerbitan SKL BLBI kembali berlangsung di Istana Negara. Dalam rapat ketiga itu, Kwik lagi-lagi menolak usulan penerbitan SKL BLBI. Namun, dalam pertemuan ketiga ini Kwik mengaku keok. Megawati akhirnya menyepakati mengeluarkan SKL untuk para obligor yang dianggap kooperatif. “Seperti total football, semua menteri menghantam saya,” kata Kwik.



Berita terkait

Masih Ingin Rampas Aset Rafael Alun, KPK Serahkan Memori Kasasi ke Mahkamah Agung

1 jam lalu

Masih Ingin Rampas Aset Rafael Alun, KPK Serahkan Memori Kasasi ke Mahkamah Agung

KPK mengajukan kasasi atas putusan majels hakim tingkat banding yang mengembalikan aset hasil korupsi kepada Rafael Alun

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho ke Dewas, KPK: Bukan Keputusan Kolektif Kolegial Pimpinan

3 jam lalu

Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho ke Dewas, KPK: Bukan Keputusan Kolektif Kolegial Pimpinan

Tindak lanjut laporan dugaan pelanggaran etik yang diajukan Nurul Ghufron diserahkan sepenuhnya kepada Dewan Pengawas KPK.

Baca Selengkapnya

Dewas KPK Sudah Klarifikasi Albertina Ho Meski Heran dengan Laporan Nurul Ghufron

5 jam lalu

Dewas KPK Sudah Klarifikasi Albertina Ho Meski Heran dengan Laporan Nurul Ghufron

Nurul Ghufron melaporkan Albertina Ho, karena anggota Dewas KPK itu mencari bukti dugaan penerimaan suap atau gratifikasi Jaksa TI.

Baca Selengkapnya

54 Tahun Prananda Prabowo, Profil Putra Megawati dan Perannya di PDIP

5 jam lalu

54 Tahun Prananda Prabowo, Profil Putra Megawati dan Perannya di PDIP

Prananda Prabowo putra Megawati Soekarnoputri, organisatoris PDIP yang pernah dipuji Jokowi, genap berusia 54 tahun pada 23 April 2024.

Baca Selengkapnya

Pertemuan Alexander Marwata dengan Eko Darmanto Diusut Polda Metro Jaya, Ini Kata KPK

5 jam lalu

Pertemuan Alexander Marwata dengan Eko Darmanto Diusut Polda Metro Jaya, Ini Kata KPK

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan pertemuannya dengan bekas Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto terjadi sebelum penindakan.

Baca Selengkapnya

IM57+ Institute Nilai Nurul Ghufron Punya Motif Lain Laporkan Albertina Ho

6 jam lalu

IM57+ Institute Nilai Nurul Ghufron Punya Motif Lain Laporkan Albertina Ho

Ketua IM57+ Institute Praswad Nugraha menilai Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron memiliki motif lain dalam pelaporan terhadap Anggota Dewas Albertina Ho.

Baca Selengkapnya

KPK Sebut Kasus Dugaan Penerimaan Gratifikasi oleh Kepala Kantor Pajak Jakarta Timur Masih Penyelidikan

11 jam lalu

KPK Sebut Kasus Dugaan Penerimaan Gratifikasi oleh Kepala Kantor Pajak Jakarta Timur Masih Penyelidikan

KPK masih melakukan penyelidikan terhadap KPP Madya Jakarta Timur Wahono Saputro untuk kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan TPPU.

Baca Selengkapnya

Laporan Nurul Ghufron terhadap Albertina Ho Dinilai Alihkan Isu Kasus Sendiri di Dewas KPK

12 jam lalu

Laporan Nurul Ghufron terhadap Albertina Ho Dinilai Alihkan Isu Kasus Sendiri di Dewas KPK

Eks Penyidik KPK Yudi Purnomo Harahap menyayangkan adanya pelaporan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron terhadap Anggota Dewas KPK Albertina Ho.

Baca Selengkapnya

KPK Sepakat Kembali Menetapkan Eks Wamenkumham Eddy Hiariej sebagai Tersangka, Tunggu Sprindik Baru Terbit

18 jam lalu

KPK Sepakat Kembali Menetapkan Eks Wamenkumham Eddy Hiariej sebagai Tersangka, Tunggu Sprindik Baru Terbit

Meskipun sprindik baru Eddy Hiariej belum terbit, Ali Fikri memastikan bahwa dalam ekspose yang terakhir sudah disepakati untuk ditetapkan tersangka.

Baca Selengkapnya

Pihak Syahrul Yasin Limpo Belum Bahas Dugaan Uang Hanan Supangkat yang Disita KPK Berhubungan dengan NasDem

18 jam lalu

Pihak Syahrul Yasin Limpo Belum Bahas Dugaan Uang Hanan Supangkat yang Disita KPK Berhubungan dengan NasDem

Kuasa hukum bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan kliennya belum ada membahas soal penggeledahan KPK di rumah Hanan Supangkat.

Baca Selengkapnya