Moeldoko Persilakan Bahas Politik di Masjid, Asal...
Reporter
Ahmad Faiz Ibnu Sani
Editor
Ninis Chairunnisa
Jumat, 27 April 2018 15:06 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko mempersilakan jika masjid digunakan sebagai sarana pendidikan politik. Syaratnya, masjid tidak dijadikan alat politik praktis.
Menurut Moeldoko, pendidikan politik bagus untuk semua pihak dan bebas diajarkan di mana saja, termasuk di masjid. "Tapi manakala di-switch sedikit menjadi politik praktis itu mengganggu kalau terjadi. Jadi tidak murni lagi syiar agamanya," kata dia di acara coffee morning bersama wartawan di Gedung Bina Graha, Jakarta pada Jumat, 27 April 2018.
Baca: Pertemuan Jokowi dan PA 212, Moeldoko: Presiden Itu Guyub Maunya
Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais sebelumnya mengatakan politik itu harus disisipkan dalam acara keagamaan maupun pengajian. Hal itu disampaikannya dalam peringatan satu tahun Ustazah Peduli Negeri di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Selasa.
Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin, kemarin telah meminta Amien menjelaskan maksud ucapannya itu. Menurut Lukman, politik yang dimaksud Amien Rais bisa saja mengenai politik dalam pengertian yang substantif. Adapun pembahasan politik yang harus dihindari, kata Lukman, adalah politik dalam pengertian praktis pragmatis. Pembahasan politik pragmatis di tempat ibadah harus dicegah.
Baca: Soal Kasus Rizieq Shihab, Moeldoko: Jokowi Tak Bisa Diintervensi
Moeldoko mencontohkan, pesan politik yang boleh disampaikan di masjid adalah arahan bagi warga berusia 17 tahun ke atas untuk menggunakan hak pilihnya saat pemilu. Namun, kata Moeldoko, jangan sampai di masjid dijadikan tempat untuk mengerahkan umat agar memilih salah satu pasangan calon atau partai tertentu saat pemilu.
Deputi V Kepala Staf Kepresidenan, Jaleswari Pramowardhani, mengatakan masjid juga tidak boleh menjadi sarana untuk menjelek-jelekan satu kandidat dan menyebar fitnah. Pesan politik yang boleh masuk di masjid, kata dia, antara lain soal karakter pemimpin dan bagaimana mengelola negara yang ada dalam ajaran agama. "Dalam konteks itu, iya (boleh)," ujarnya.
Baca: Moeldoko Minta Lembaga Satu Suara Komentari Tenaga Kerja Asing