LIPI: Radikalisme Meningkat Karena Kekecewaan pada Demokrasi
Reporter
Riani Sanusi Putri
Editor
Ninis Chairunnisa
Senin, 19 Februari 2018 16:12 WIB
TEMPO.CO, Jakarta – Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Adriana Elizabeth mengatakan salah satu faktor yang mempengaruhi meningkatnya Radikalisme di Indonesia adalah etika elit politik yang buruk. Hal itu, menurut dia, menyebabkan publik menjadi apatis terhadap demokrasi dan menjadikan radikalisme sebagai jalan alternatif.
“Permusuhan antar elit politik juga tidak baik. Hal semacam ini menimbulkan sinisme bahwa demokrasi bukan yang terbaik,” kata Adriana di Hotel Aryaduta Semanggi, Jakarta pada Senin, 19 Februari 2018.
Baca: Jokowi: Banyak Elite Politik Beri Contoh Buruk pada Generasi Muda
Menurut Adriana, radikalisme menjadi alternatif bagi masyarakat yang kecewa atas demokrasi. Saat ini, kata dia, implementasi demokrasi di Indonesia sedang bermasalah. Hal tersebut semakin meningkat dalam momentum pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak 2018 dan Pemilihan Umum (Pemilu) 2019.
Adriana mengatakan, radikalisme bisa masuk dari berbagai sumber. Menurut dia, seseorang akan mencari-cari kelompok maupun lingkungan yang sesuai dengan ideologinya. Hal itu pun menjadi pekerjaan rumah bagi kelompok nasionlis untuk menekan meluasnya ideologi radikal.
Baca: LSI: Perempuan RI Rentan Masuk Gerakan Radikal karena Tak Otonom
Menurut Adriana, keluarga merupakan benteng yang paling penting dalam mencegah radikalisme. Ia mengatakan, negara yang kuat harus ditopang dengan basis keluarga yang kuat juga.
Jika keluarga tidak memproteksi anak-anaknya di era digital ini, kata Adriana, maka anak tersebut akan dengan mudah menganggap semua informasi di internet dan media lainnya kebenaran mutlak. “Tidak ada jalan yang mudah dalam menghadapi kelompok radikal. Etika elit politik serta kualitas keluarga perlu diperbaiki,” ujarnya.