Pengibar Bintang Kejora diminta tidak dikriminalisasi
Reporter
Editor
Selasa, 10 Juli 2007 20:45 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta:Pengibaran bendera Bintang Kejora dalam pertemuan Konferensi Besar Dewan Adat Papua ke II hari Selasa lalu (3/6) di Jayapura, Papua, adalah bentuk ekspresi protes yang bernuansa kultural. "Sebaiknya aparat hukum tidak mengkriminalisasi orang yang membentangkan bendera itu karena hanya akan menambah masalah baru," ujar Albet Hasibuan, Koordinator Forum Papua, dalam jumpa persnya sore tadi (10/9) di Jakarta.Albert mengatakan bahwa aksi yang dilakukan oleh anggota Grup Tari Sampari merupakan cara masyarakat Papua untuk meminta perhatian dari pemerintah daerah dan pusat. "Semua (masalah) berkulminasi dengan cara pembentangan bendera itu," ungkapnya. Forum Papua sepakat bahwa pengibaran bendera jangan dianggap sebagai bentuk ekspresi apsirasi kemerdekaan. Mereka berpendapat bahwa aksi itu harus dilihat dari aspek budaya sehingga aparat hukum harus lebih matang dan dewasa dalam bertindak. "Di era Presiden Gus Dur pengibaran bendera Bintang Kejora diinjinkan, asalkan tidak lebih tinggi posisinya dari bendera Merah Putih," ujar Albert. Hadir dalam acara tersebut HS Dillon yang menjelaskan bahwa kondisi di Papua tidak tersentuh oleh pembangunan Indonesia karena seluruh tatanan lembaga tidak berpihak kepada mereka. Ia menilai kebijakan formal dan sektoral yang dijalankan pemerintah pusat saat ini hanya untuk masyarakat yang siap saja. Dalam kasus Papua, masyarakat yang siap itu adalah warga pendatang. "Paling pertama yang harus dikerjakan adalah perubahan paradigma pemerintah," ujarnya. Ia mengatakan bahwa sebaiknya kemampuan kampung ditingkatkan dengan cara meningkatkan kualitas pemberdayaan sumber daya alam dan manusia. "People driven, rakyat perdana. Hanya itu yang dapat mengeluarkan mereka dari masalah keterpurukan, bukan infrastruktur," katanya. Dillon juga menilai bahwa kebijakan pemerintah setempat tidak berpihak kepada masyarakat Papua. "80 persen pendapatan mereka masuk ke pemerintah daerah," ujarnya. Karena itu Undang-Undang Otonomi Khusus yang akan direvisi oleh pemerintah sebaiknya tidak datang dari pusat, tapi daerah. Selain masalah pengibaran bendera, Forum Papua juga melihat masalah pengisolasian Papua harus terus disoroti. Menurut Albert, kebijakan mengisolasi Papua harus dihentikan agar propinsi ini mendapatkan kesempatan yang sama dengan propinsi yang lainnya. Hal ini juga terkait dengan rencana kunjungan anggota kongres Amerika Serikat, Eni Faleomavega, ke Papua yang ditentang oleh pemerintah Indonesia. Marzuki Darusman, yang juga hadir dalam acara itu, mengatakan bahwa melarang kunjungan tersebut adalah bentuk kontra produktif pemerintah. Isu security approach, pendekatan keamanan, lebih unggul dari masalah lainnya. "Seolah-olah ada yang mau ditutupi, padahal tindakan berlebihan pemerintah saja," ujarnya. Sebelumnya Marzuki mengatakan bahwa AS telah melihat perubahan Papua ke arah yang lebih baik. "Namun, kondisi ini adalah kondisional yang sewaktu-waktu dapat kandas. Pemerintah jangan berpuas diri," ujarnya. Tindakan berlebihan pemerintah pusat, Albert mengatakan, terlihat juga saat ini dengan penambahan jumlah anggota TNI di Papua. "Dulu hanya 3 batalyon TNI, sekarang 5 batalyon. Juga ada penambahan Komando Resort Militer, dari 3 menjadi 5," ujarnya. Pemerintah sebaiknya memberikan penjelasan kenapa terjadi peningkatan ini kepada masyarakat. "Kami (Forum Papua) berpendapat polisi yang seharusnya ditambahkan," katanya. "Sebaiknya pemerintah menggunakan kebijakan yang konstruktif di Papua yang bisa mendatangkan welfare approach, pendekatan kesejahteraan sosial," kata Albert. Dengan cara ini, ia menambahkan, kecurigaan masyarakat Papua untuk merdeka bisa dihentikan. Sorta Tobing
Berita terkait
Lawan Timnas U-23 Indonesia di Playoff Olimpiade, Timnas Guinea Dipenuhi Pemain yang Berkiprah di Eropa
6 menit lalu
Lawan Timnas U-23 Indonesia di Playoff Olimpiade, Timnas Guinea Dipenuhi Pemain yang Berkiprah di Eropa
Timnas U-23 Indonesia akan menghadapi Guinea U-23 pada babak playoff untuk memperebutkan satu tiket ke Olimpiade 2024.