Terdakwa kasus suap auditor Badan Pemeriksa Keungan (BPK) Sugito (depan kiri) dan Jarot Budi Prabowo (belakang kiri) meninggalkan ruang sidang seusai menjalani sidang dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, 16 Agustus 2017. JPU KPK mendakwa Sugito dan Jarot menyuap auditor BPK, Rochmadi Saptogiri dan Ali Sadli, sejumlah Rp250 juta. ANTARA FOTO
TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa kasus pemberian suap terhadap auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Sugito dan Jarot Budi Prabowo, membacakan pleidoi dalam persidangan lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Rabu, 18 Oktober 2017. Dua mantan pejabat Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi tersebut kompak menyinggung soal keluarga dalam pembelaannya.
Sugito diberi kesempatan pertama menyampaikan pleidoi di hadapan ketua majelis hakim, Diah Siti Basariah. Ia sempat menangis tatkala membaca sepenggal kalimat dalam berkas pleidoinya. "Izinkan saya menyampaikan kerinduan saya kepada anak-istri. Saya sampai sekarang bahkan belum memberi tahu kepada anak saya yang masih SMP bahwa saya ditahan KPK," kata Sugito sambil terisak di ruang persidangan Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Inspektur Jenderal Kementerian Desa Sugito dan bawahannya, Kepala Bagian Tata Usaha dan Keuangan Kementerian Desa Jarot Budi Prabowo, didakwa memberi suap kepada auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Rochmadi Saptogiri dan Ali Sadli. Uang diberikan agar BPK memberikan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) pada laporan keuangan Kementerian Desar tahun 2016.
Dalam persidangan pekan lalu, Sugito dituntut 2 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan. Sedangkan Jarot dituntut 2 tahun penjara serta denda Rp 200 juta subsider 6 bulan.
Sugito berterima kasih kepada majelis hakim yang telah memberikannya waktu membacakan pembelaan diri. Ia berharap bisa ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Pondok Rajeg, Cibinong, Bogor, agar bisa berada dekat dengan keluarganya. "Saya sudah tak dapat penghasilan. Kalau lapas di luar, tentu akan mengeluarkan biaya transportasi yang memberatkan keluarga saya," ujarnya.
Jarot diberikan kesempatan berbicara setelah Sugito. Dia ikut menyinggung keluarga dan ibunya sendiri. "Peristiwa operasi tangkap tangan ini saya jadikan pelajaran. Saya tebus, terutama untuk istri dan dua anak saya. Saya juga minta maaf kepada ibu tercinta yang sedang terbaring sakit," katanya.
Jarot berharap nota pembelaan pribadinya tersebut dijadikan pertimbangan oleh majelis hakim untuk memutus perkara suap BPK ini secara adil. Seperti atasannya, Sugito, Jarot juga berharap ditempatkan di Lapas Pondok Rajeg, Cibinong. "Karena dekat dengan keluarga saya yang tinggal di Sukmajaya, Depok. Saya sudah tidak berpenghasilan sehingga akan memberatkan mereka (keluarga) jika saya ditempatkan di lokasi yang jauh," tuturnya.