Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu memberikan keterangan terkait polemik pembelian senjata di kantornya di Jakarta Pusat, 26 September 2017. Tempo / Arkhelaus
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan ada koordinasi yang tidak jalan antara Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian RI terkait dengan impor 280 pucuk senjata pelontar granat serta 5.932 butir amunisi milik Polri. Dia berharap koordinasi ke depan lebih baik.
"Koordinasi ini belum berjalan dengan baik, dan ke depan akan kita jalankan secara benar," kata Ryamizard ketika ditanyai soal impor senjata pelontar granat di Gedung Nusantara II, Jakarta, Selasa, 3 Oktober 2017.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bersama TNI masih menahan 280 pucuk senjata pelontar granat serta 5.932 butir amunisi milik Polri tersebut di gudang UNEX, area kargo Bandar Udara Soekarno-Hatta, Tangerang. Senjata buatan perusahaan Bulgaria, Arsenal JSCo, itu tiba dengan pesawat Antonov AN-12TB milik Ukraine Air Alliance, Jumat malam lalu.
Anggota Komisi III Fraksi Partai Hanura, Sarifuddin Sudding, mengatakan telah membuat jadwal rapat kerja dengan Kapolri terkait dengan polemik pengadaan senjata.
"Memang kemarin (Senin) jadwalnya, tapi ada kegiatan lain. Jadi kita jadwalkan kembali pada Kamis (pekan ini)," ujarnya.
Sarifuddin menuturkan pihaknya telah berkoordinasi dengan Komisi I serta menghadirkan TNI dan Polri untuk rapat gabungan agar polemik pengadaan senjata itu segera berakhir dan tak ada lagi perdebatan.
Dia berujar pembicaraan pokok yang nantinya akan dibahas dalam rapat gabungan itu meliputi proses pengadaan dan jenis senjata tersebut.
"Apakah senjata itu termasuk kategori senjata tempur dan sebagainya. Saya kira banyak hal yang nanti akan dikonfirmasi ke pihak kepolisian dan TNI," ucapnya.
Sebelumnya, Ryamizard Ryacudu menegaskan pembelian senjata di setiap lembaga dan instansi harus mendapatkan izin Kementerian Pertahanan.