TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Untung Suseno Sutarjo mengatakan bahwa virus Zika yang sekarang dikabarkan mewabah di Benua Amerika, sebenarnya bukan suatu hal yang harus ditakuti. "Zika ini biasa saja, bukan suatu yang menakutkan," kata Untung saat dihubungi pada Selasa 2 Februari 2016.
Ia mencontohkan kasus infeksi virus Zika di Brazil yang ramai diberitakan media. Menurutnya, status infeksi korban itu masih dalam status diduga.
Warga Indonesia, kata Untung, tak perlu panik. Pasalnya, virus Zika sebenarnya sudah pernah ada di Indonesia sebelumnya, yakni pada dekade 1990an dan pada 2005 serta 2007.
Untuk mengantisipasi wabah ini, Untung mengatakan yang paling penting adalah penyadaran masyarakat akan kebersihan lingkungannya. Gerakan dari masyarakat untuk membersihkan lingkungannya sendiri, dianggap cukup mencegah timbulnya wabah virus Zika di Indonesia.
Untung menegaskan gerakan kebersihan lingkungan ini penting karena virus Zika ini menyebar dari nyamuk. Karena itu, ia menghimbau agar masyarakat lebih memperhatikan genangan air, tumpukan sampah dan kondisi kebersihan lingkungannya. Ia mengatakan hal itu bisa dimulai dengan pemberantasan sarang nyamuk.
Jika misalnya aksi itu dinilai kurang, pemerintah siap melakukan fogging di daerah-daerah. Peran pemerintah daerah, menurut Untung, juga penting dalam menggerakkan masyarakat. "Intinya kami ingin mendorong masyarakat hidup bersih," ujarnya.
Hingga saat ini, lebih dari 20 negara, termasuk Brasil, telah melaporkan terjadinya kasus infeksi virus Zika. Sebagian besar infeksi yang terjadi ringan, bahkan tanpa gejala, meskipun ada laporan terjadi gangguan kelumpuhan yang disebut sindrom Guillain-Barre.
Ancaman terbesar diyakini terjadi pada kehamilan ibu hingga ke janin yang belum lahir. Ada sekitar 4.000 kasus microcephaly—bayi yang lahir dengan otak kecil—di Brasil sejak Oktober lalu.
Organisasi kesehatan dunia, WHO juga telah menyatakan status darurat internasional terkait dengan penyebaran virus Zika ini. Cepatnya penyebaran virus Zika ini membuat WHO juga merespons penyebaran virus ini dengan cepat.
DIKO OKTARA