TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi mendesak Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mencabut ucapan terima kasih dan penghargaan kepada pabrik rokok karena telah memberikan cukai Rp 125,55 triliun.
Pemerintah merasa tertolong oleh industri rokok karena cukai yang besar dari target 2015, Rp 180,4 triliun. Menteri Bambang Brodjonegoro memberikan penghargaan itu saat memimpin upacara Hari Kepabeanan Internasional ke-64 di Jakarta pada Selasa, 26 Januari 2016.
BACA: Indonesia Mundur 20 Tahun dalam Pengendalian Tembakau
"Saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada segenap jajaran Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas kerja kerasnya selama 2015," katanya.
Dalam upacara tersebut, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memberikan penghargaan kepada empat pabrik rokok: PT HM Sampoerna Tbk, PT Gudang Garam Tbk, PT Djarum, dan PT PDI Tresno. Pemilik perusahaan-perusahaan rokok besar itu selama ini langganan masuk daftar orang terkaya versi majalah Forbes.
BACA: Alasan Kenapa Rokok Harus Dikendalikan
Menurut Tulus, penghargaan Menteri itu ironis karena meningkatnya pajak rokok menunjukkan ada peningkatan produksi rokok, sehingga ada indikasi kenaikan jumlah perokok. “Mestinya kenaikan cukai itu diberi ucapan dukacita dan keprihatinan,” ujar Tulus dalam rilisnya hari ini, 27 Januari 2016.
Soalnya, kata Tulus, rokok terbukti menjadi pemicu kemiskinan. Semakin banyak cukai yang disetor, itu artinya semakin banyak konsumsi rokok. Sama saja pemerintah mendorong rakyatnya menjadi miskin. Rokok juga telah menjadi faktor penyebab orang Indonesia sakit.
BACA: Dilema Pengendalian Tembakau
Tulus mengatakan dampak kerugian sosial-ekonomi akibat konsumsi rokok sebesar empat kali lipat. Jika nilai cukai rokok Rp 180 triliun, artinya kerugian sosial-ekonominya minimal Rp 700 triliun. “Penghargaan Menteri Keuangan sangat kontraproduktif," tuturnya.
ABDUL AZIZ