TEMPO.CO, Jakarta - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi menolak revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan undang-undang tentang komisi antirasuah itu secara operasional sudah mendukung kinerja.
"Untuk sementara, situasi belum memungkinkan. Supaya settle dulu, tugas kami jelas dulu," kata Agus di Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat, Rabu, 27 Januari 2016.
Menurut dia, yang dibutuhkan KPK adalah dukungan legislasi penyempurnaan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). "Kami juga ingin penyempurnaan RUU Perampasan Aset," ujar mantan Kepala Lembaga Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah itu.
Pernyataan Agus itu untuk menjawab pertanyaan dari Komisi Hukum DPR. Komisi Hukum dalam Rapat Dengar Pendapat ini menanyakan apakah KPK perlu merevisi undang-undangnya.
Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2016 disetujui dalam rapat Paripurna DPR. Revisi Undang-Undang KPK sebagai usulan DPR tersebut tercantum di antara 45 rancangan undang-undang yang akan dibahas tahun ini. Dengan demikian, pembahasan revisi UU KPK segera bergulir di DPR.
Pegiat antikorupsi mengkritik rencana tersebut setelah beredar draf revisi yang dinilai melemahkan KPK. Salah satu pasal, misalnya, menyebut masa tugas komisi antikorupsi hanya 12 tahun sejak revisi disahkan. Ada juga batasan kasus, yakni jika terindikasi merugikan negara lebih dari Rp 50 miliar.
Direktur Pusat Kajian Anti-Korupsi Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar menganggap revisi ini merupakan langkah buntu yang dilakukan pemerintah dan DPR. “Alih-alih penguatan, revisi ini malah melangkah ke kematian KPK,” ujar Zainal.
LINDA TRIANITA