TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah akan menyelesaikan draf Revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme pada pekan depan. Saat ini, draf tersebut tengah digodok tim kecil yang berisi tokoh independen, seperti ahli hukum pidana, Indriyanto Seno Adji, dan ahli hukum tata negara, Jimly Asshiddiqie.
"Selasa dan Rabu akan finalisasi," kata Luhut di kantornya, Jumat, 22 Januari 2016.
Luhut mengatakan, sesuai instruksi presiden, Undang-Undang Antiterorisme yang baru harus selesai dalam kurun dua-tiga bulan. Pemerintah menggenjot pembahasan dengan alasan potensi penyerangan dan tindakan teror saat ini masih tinggi. "Bisa terjadi kapan saja," katanya.
Menurut Luhut, draf revisi akan berfokus pada sekitar sepuluh pasal guna memperkuat kewenangan kepolisian dan koordinasi intelijen dalam penanganan potensi teror. Selama ini, pemerintah menilai, pencegahan tak bisa dilakukan karena sejumlah aturan tak mendukung aksi preventif kepolisian dan intelijen.
"Akan ada penguatan, jadi bisa melakukan tindakan hukum kalau diduga akan ada serangan teror," kata Luhut.
Meski mengklaim lebih tegas, Luhut mengatakan, draf revisi yang diajukan lebih lemah dibandingkan aturan antiteror Singapura dan Malaysia. Pemerintah beralasan mencari formula jalan tengah agar aturan baru tak berbenturan dengan semangat demokrasi dan hak asasi manusia. "Tentu harus diingat langkah apa pun yang diambil pasti ada resiko," katanya.
Luhut mengatakan yakin proses revisi akan berjalan cepat karena telah ada kesepakatan dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Selain masuknya RUU Antiteror dalam Program Legislasi Nasional 2016, menurut dia, DPR dalam pertemuan dengan presiden telah sepakat perlu penguatan keamanan untuk berhadapan dengan ancaman teroris pascaserangan di Thamrin.
FRANSISCO ROSARIANS