TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo pagi ini menggelar rapat konsultasi dengan pimpinan lembaga tinggi negara mengenai revisi undang-undang terorisme. Rapat konsultasi juga dihadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla dan sejumlah menteri anggota Kabinet Kerja. "Hari ini saya akan menyampaikan beberapa hal terkait revisi undang-undang terorisme," kata Jokowi saat memberikan sambutan di Istana Negara, Selasa, 19 Januari 2016.
Jokowi mengaku senang melakukan pertemuan dengan pimpinan lembaga tinggi negara di awal tahun ini. Menurut dia, rapat konsultasi rutin dapat mempererat hubungan dan menumbuhkan semangat serta komitmen untuk membangun Indonesia yang lebih baik.
Rapat konsultasi dimulai pukul 10.05 WIB. Pimpinan lembaga tinggi negara yang hadir, di antaranya Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Ade Komarudin, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Zukifli Hasan, Wakil Ketua MPR Oesman Sapta Odang, Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat, Ketua Dewan Perwakilan Daerah Irman Gusman, dan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Harry Azhar Azis. Sejumlah menteri Kabinet Kerja yang hadir adalah Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Pandjaitan; Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani; serta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly.
Topik Terkait:
Revisi UU Antiterorisme
Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan rapat konsultasi rutin hari ini memang secara khusus membahas terorisme. Menurut dia, pemerintah menilai dibutuhkannya perbaikan dan penyempurnaan yang berkaitan dengan tindakan preventif dan deradikalisasi terorisme, "Apakah kemudian masuk dalam Revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang terorisme atau kemudian seperti yang diusulkan Ketua DPR melalui perpu," katanya.
Pramono mengatakan usulan tersebut akan dipelajari oleh pemerintah. Menurut dia, pemerintah dalam mengkaji masalah revisi UU Terorisme akan tetap menjunjung hak asasi manusia. Pemerintah, kata dia, juga belajar dari negara-negara tetangga mengenai deteksi dini. "Salah satunya Malaysia dan Singapura. Mengapa teroris tidak sempat melakukan teror karena yang pulang dari Suriah sudah bisa dideteksi. Di kita kan tidak ada, payung hukumnya tidak ada," katanya.
ANANDA TERESIA