TEMPO.CO, Yogyakarta – Yudhistira, mantan ketua Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) Daerah Istimewa Yogyakarta, angkat bicara. Yudhistira menyatakan Gafatar secara resmi sudah bubar pada Agustus 2015. Jadi, kata dia, jika ada yang mengaku ikut organisasi ini setelah Agustus 2015, itu justru dipertanyakan.
"Gafatar yang mana," tanya dia balik, Rabu, 13 Januari 2016.
Secara hukum, saat didaftarkan pertama kali pada 2012l organisasi ini sangat memenuhi syarat. Yudhistira, yang menjadi ketua sejak 2012-2015, mengaku mempunyai anggota lebih dari 2.000 orang di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kegiatan sosial dan kemasyarakatan sering dilakukan. Soal pendanaan, ia menampik berasal dari luar negeri. Dana didapatkan dari anggota dan para donatur. "Salah besar itu jika ada yang bilang ada dana dari luar negeri," katanya.
Soal adanya orang yang dilaporkan hilang dan terkait Gafatar, ia justru bertanya balik. Sebab, Yudhistira berujar, Gafatar sudah dibubarkan. Alasan pembubaran ormas tersebut adalah tidak memperoleh perpanjangan izin sebagai ormas di kantor kesatuan bangsa dan perlindungan masyarakat di masing-masing daerah.
Soal tudingan doktrin organisasi ini sesat, Yudhistira membantahnya. Ia menampik adanya larangan salat dan puasa bagi muslim, termasuk soal penggabungan akidah beberapa agama.
Apalagi jika dikaitkan dengan Ahmad Mushadeq yang membuat aliran Al-Qiyadah al0Islamiyah, Yudhistira menegaskan orang yang mengaku nabi itu tidak pernah masuk Gafatar atau menjadi salah satu elemen. Begitu pula dengan tudingan gerakan ini adalah gerakan Komar atau komunitas Milah Abraham, ia juga menampik tuduhan tersebut.
"Kalau ada dari mereka yang masuk Gafatar dan mau membangun negeri ini bisa saja. Bahkan orang yang rusak karena narkoba dan ingin menjadi baik juga tidak masalah," tuturnya.
Ia menambahkan memang pernah ada larangan dari Kementerian Dalam Negeri terhadap Gafatar. Namun bukan karena soal doktrinnya, melainkan tetapi hanya karena keputusan Mahkamah Konstitusi soal surat keterangan terdaftar (SKT). "Lalu pelarangan dicabut oleh Menteri Dalam Negeri," katanya.
Soal dokter Rica Tri Handayani yang dikabarkan ikut eksodus Gafatar ke Kalimantan, ia memang mengenal dokter cantik itu. Namun hanya bertemu sekali di Hotel Sheraton pada 2012 yang lalu. Setelah itu sama sekali tidak pernah bertemu.
"Mas, Gafatar sudah bubar sejak Agustus 2015. Jadi setelah itu tidak ada kegiatan lagi," kata Yudhistira.
Kepala Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta Agung Supriyono menyatakan Gafatar memang terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan secara resmi. Bahkan kantor-kantornya hingga tingkat kecamatan.
Saat didaftarkan, semua persyaratan administrasi komplet. Semua syarat administrasi pengajuan surat keterangan terdaftar (SKT) lolos. Tim dari pihaknya juga sudah memverifikasi. Beberapa syaratnya antara lain memenuhi asas Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan aturan perundangan lainnya. "Seiring berjalannya waktu, ada perubahan kegiatan Gafatar yang tak dilaporkan kepada kantor kami," katanya.
(Baca juga: Gafatar dan Kisah Ahmad Mushadeq yang Bersalin Rupa dan Sejarah Lahirnya Gafatar: Dari Mushadeq ke Mushadeq Lagi)
MUH SYAIFULLAH