TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat akhirnya melaksanakan rapat paripurna dengan agenda pengesahan Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty dan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi dalam Program Legislasi Nasional Prioritas 2015. Di awal rapat, Wakil Ketua Badan Legislasi Firman Subagyo menyampaikan laporannya terkait dengan kedua RUU yang akan dimasukkan dalam Prolegnas Prioritas 2015.
"Sesuai rapat kerja Baleg pada 27 November 2015 dengan Menteri Hukum dan HAM, disepakati bahwa RUU Tax Amnesty disetujui dalam Prolegnas Prioritas 2015. Revisi UU KPK juga harus segera diwujudkan," ujar Firman di Ruang Sidang Paripurna DPR pada Selasa, 15 Desember 2015.
Politikus dari Partai Golkar tersebut pun menyarankan, karena 2015 sudah akan berakhir, pembahasan kedua RUU itu dimasukkan ke dalam Prolegnas 2016. "Mengingat waktu terbatas, kami menyarankan penyiapan dan pembahasan kedua RUU tersebut dilanjutkan dalam Prolegnas 2016," ujar Firman.
Rapat paripurna DPR hari ini yang dipimpin Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional Taufik Kurniawan dihadiri 285 anggota DPR. Pemimpin DPR yang datang juga lengkap, termasuk Ketua DPR Setya Novanto. Wakil Ketua DPR Fadli Zon, Wakil Ketua DPR Agus Hermanto, dan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah pun juga tampak hadir dan duduk di kursi pemimpin DPR. Selain itu, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly juga hadir dalam rapat paripurna hari ini.
Pada 27 November lalu, pemerintah melalui Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly dan Badan Legislasi Nasional Dewan Perwakilan Rakyat sepakat untuk mengusulkan Rancangan Undang-Undang Tax Amnesty dan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi dalam Prolegnas Prioritas 2015. Artinya, kedua RUU itu akan disahkan paling lambat akhir tahun ini.
RUU Tax Amnesty atau Pengampunan Pajak merupakan RUU yang diusulkan oleh pemerintah. Sedangkan revisi UU KPK adalah RUU inisiatif DPR, yang pada awal Oktober lalu sempat membuat heboh publik. Dalam usul tersebut, terdapat beberapa pasal yang justru akan melemahkan kedudukan KPK, seperti pembatasan usia KPK yang hanya 12 tahun, penyadapan KPK harus melalui izin jaksa, dan penanganan kasus korupsi di bawah Rp 50 miliar.
Namun Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan menegaskan ada empat poin revisi UU KPK yang akan dibahas pemerintah. Poin pertama menyangkut surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Poin kedua mengenai adanya pengawas bagi KPK. Poin ketiga terkait dengan penyadapan, di mana penyadapan dilakukan setelah ada alat bukti yang menyatakan orang tersebut terlibat korupsi. Poin revisi yang terakhir adalah adanya penyidik independen.
ANGELINA ANJAR SAWITRI