Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Konferensi Iklim di Paris Dinilai Lamban dan Kurang Gereget

image-gnews
Ratusan aktivis lingkungan mengatur tubuh mereka untuk membentuk tulisan pesan harapan di depan Menara Eiffel di Paris, Prancis, 6 Desember 2015. Diferensiasi yang merupakan kategorisasi tingkat ekonomi negara dan tanggung jawabnya dalam upaya mengatasi perubahan iklim adalah isu paling alot yang diperdebatkan di COP21. Negara maju ingin tanggung jawab penurunan emisi gas-gas rumah kaca juga dipikul semua negara. REUTERS/Benoit Tessier
Ratusan aktivis lingkungan mengatur tubuh mereka untuk membentuk tulisan pesan harapan di depan Menara Eiffel di Paris, Prancis, 6 Desember 2015. Diferensiasi yang merupakan kategorisasi tingkat ekonomi negara dan tanggung jawabnya dalam upaya mengatasi perubahan iklim adalah isu paling alot yang diperdebatkan di COP21. Negara maju ingin tanggung jawab penurunan emisi gas-gas rumah kaca juga dipikul semua negara. REUTERS/Benoit Tessier
Iklan

TEMPO.CO, Paris - Pekan pertama Konferensi Tingkat Tinggi Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) di Paris atau COP21 menyisakan banyak ketidakpuasan.  Banyak peserta kesal dengan sikap sebagian pemerintah anggota UNFCCC yang masih berkukuh dengan kepentingannya masing-masing.

“Konferensi Paris ini slow banget, kurang gereget, dan para negosiator tak gigih. Posisi pemerintah kalah dengan korporasi besar yang siap melakukan penurunan emisi dengan penerapan teknologi bersih dan aksi-aksi mitigasi lainnya,” kata Avi Mahaningtyas, aktivis lingkungan yang mengikuti Conference of Parties (COP) Ke-21 di Paris, Minggu, 7 Desember 2015.

Menurut Avi, negosiasi pada COP sebelumnya selalu alot hingga tengah malam. Diskusinya juga berlangsung panas. Namun kali ini, katanya, jam sembilan malam tak ada lagi sidang COP. Dia menduga salah satu penyebabnya adalah karena sejumlah negara menerjunkan negosiator yang minim pengalaman.    

Memang persidangan pekan pertama COP masih berputar pada perdebatan untuk  mengakomodasi prinsip responsibility (tanggung jawab menurunkan emisi gas-gas rumah kaca) dan capability (kemampuan tiap negara melakukan penurunan emisi) yang dapat diterima semua pihak. “Dua hal itu bakal merefleksikan keadilan dan kesetaraan dalam perjanjian yang tercapai di akhir pertemuan nanti. Termasuk dalam pembahasan pendanaan iklim (climate financing),” kata Efransjah, CEO WWF Indonesia yang hadir di Paris.

Isu besar yang mengganjal adalah target jangka panjang penurunan emisi di atmosfer. Perdebatan keras antara kelompok negara yang ingin batas kenaikan suhu global tidak lebih dari 2 derajat Celcius dan kelompok yang bersikukuh batas kenaikan suhu global adalah 1,5 derajat. Negara miskin dan kepulauan bakal terkena dampak paling parah jika kenaikan suhu global terlalu tinggi.

Delegasi Indonesia, kata Efransjah, perlu mempertimbangkan batas aman dengan dukungan tegas agar batas kenaikan suhu global yang disepakati berada di bawah dua derajat. Hal ini, ujarnya, untuk menghindari dampak perubahan iklim yang parah, khususnya bagi negara-negara kepulauan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa menepis kekesalan para koleganya. Menurutnya, pekan pertama setiap COP memang selalu berlangsung lamban karena setiap negara memang saling lihat terlebih dulu. Pada pekan lalu terjadi perdebatan keras antara kelompok negara LMDC (Like Minded Developing Countries), seperti  India dan Cina, dan developed countries.

“Indonesia berada di tengah-tengah, tapi dalam konteks tertentu berpihak pada negara berkembang, misalnya dalam hal dukungan negara maju untuk implementasi,” kata Fabby yang menjadi negosiator delegasi Indonesia.

Utusan Khusus Presiden Indonesia Bidang Perubahan Iklim Rahmat Witoelar menjelaskan posisi Indonesia adalah poros yang diterima semua pihak. Di kelompok  G-77 dan Cina (kelompok negara-negara berkembang), katanya, Indonesia juga menjadi kekuatan penting. “Indonesia dan negara-negara berkembang jelas tidak mau jika dituntut terlalu tinggi oleh negara maju,” katanya.

UNTUNG WIDYANTO (PARIS)

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Israel Panggil Duta Besar Negara-negara Pendukung Keanggotaan Penuh Palestina di PBB

2 hari lalu

Duta Besar Aljazair untuk PBB Sofiane Mimouni berbicara sebelum pemungutan suara mengenai resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata kemanusiaan segera di Gaza, di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan Hamas, di markas besar PBB di New York, AS, 20 Februari 2024. REUTERS/Mike Segar
Israel Panggil Duta Besar Negara-negara Pendukung Keanggotaan Penuh Palestina di PBB

Israel akan memanggil duta besar negara-negara yang memilih keanggotaan penuh Palestina di PBB "untuk melakukan protes"


Dunia Desak Tahan Diri, Panglima Militer Israel Berkukuh akan Balas Iran

7 hari lalu

Kepala Staf Angkatan Darat Israel Herzi Halevi. Reuters
Dunia Desak Tahan Diri, Panglima Militer Israel Berkukuh akan Balas Iran

Beberapa sekutu memperingatkan eskalasi setelah serangan Iran terhadap Israel meningkatkan kekhawatiran akan perang regional yang lebih luas.


Rwanda Peringati 30 Tahun Genosida terhadap Ratusan Ribu Warga Suku Tutsi

15 hari lalu

Suasana peringatan
Rwanda Peringati 30 Tahun Genosida terhadap Ratusan Ribu Warga Suku Tutsi

Rwanda pada Minggu memulai peringatan selama satu pekan untuk memperingati 30 tahun genosida terhadap ratusan ribu warga etnis Tutsi pada 1994.


Hilang saat Menyusuri Bukit Sipiso-piso, Turis Asal Prancis Ditemukan Luka-luka

15 hari lalu

Basarnas Medan bersama tim SAR gabungan mengevakuasi Adrea Zoe, pelancong asal Prancis, yang hilang di Bukit Sipiso-piso, Minggu, 7 April 2024. Foto: Istimewa
Hilang saat Menyusuri Bukit Sipiso-piso, Turis Asal Prancis Ditemukan Luka-luka

Basarnas Medan bersama tim SAR gabungan menemukan Adrea Zoe, 52 tahun, perempuan asal Prancis yang hilang di Bukit Sipiso-piso, Kabupaten Karo


Sekutu Pertimbangkan Hentikan Penjualan Senjata ke Israel Setelah Kematian Relawan Asing di Gaza

16 hari lalu

Pekerja bantuan Australian World Central Kitchen (WCK), Lalzawmi
Sekutu Pertimbangkan Hentikan Penjualan Senjata ke Israel Setelah Kematian Relawan Asing di Gaza

Beberapa negara Eropa sekutu Israel pertimbangkan hentikan penjualan senjata akibat pembunuhan tujuh relawan World Central Kitchen di Gaza


Prancis Ajukan Resolusi Dewan Keamanan PBB untuk Pantau Gencatan Senjata di Gaza

21 hari lalu

Seorang anak laki-laki Palestina berjalan di lokasi serangan Israel, di tengah konflik antara Israel dan Hamas, di Rafah, di selatan Jalur Gaza, 27 Maret 2024. Israel tetap melancarkan serangan walaupun Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) mengesahkan resolusi seruan gencatan senjata segera di Jalur Gaza Palestina. REUTERS/Bassam Masoud
Prancis Ajukan Resolusi Dewan Keamanan PBB untuk Pantau Gencatan Senjata di Gaza

Prancis mengadakan konsultasi tertutup dengan Dewan Keamanan PBB untuk mengajukan resolusi tentang pemantauan penerapan gencatan senjata di Gaza.


Asal Usul 1 April sebagai April Mop, Budaya Ngeprank yang Bermula Sejak 1582

22 hari lalu

April Mop Happy Fool Day by Boldsky
Asal Usul 1 April sebagai April Mop, Budaya Ngeprank yang Bermula Sejak 1582

April Mop atau April Fool's Day pada 1 April punya kisah panjang sejak 1582.


Perpustakaan Harvard Menghilangkan Kulit Manusia dari Buku Koleksinya

25 hari lalu

Sebuah tanda tergantung di gerbang sebuah gedung di Universitas Harvard di Cambridge, Massachusetts, AS, 6 Juli 2023. REUTERS/Brian Snyder
Perpustakaan Harvard Menghilangkan Kulit Manusia dari Buku Koleksinya

Seorang dokter Prancis "mengikat buku itu dengan kulit manusia yang diambil tanpa persetujuan dari jasad pasien wanita," menurut Perpustakan Harvard


Prancis Bantah Memasok Senjata ke Israel untuk Digunakan di Gaza

27 hari lalu

Presiden Prancis Emmanuel Macron melihat ke bawah di samping Menteri Luar Negeri dan Eropa Prancis Catherine Colonna selama konferensi kemanusiaan internasional untuk warga sipil di Gaza, di Istana Kepresidenan Elysee, di Paris, Prancis, pada 9 November 2023. Reuters
Prancis Bantah Memasok Senjata ke Israel untuk Digunakan di Gaza

Menhan Prancis membantah tuduhan dari jurnalis bahwa Prancis memasok komponen amunisi yang digunakan oleh tentara Israel dalam genosida di Gaza


Tak Perlu Naik Menara Eiffel, Turis Bisa Menikmati Pemandangan Kota Paris Gratis di Gedung Ini

27 hari lalu

Menara Eiffel, Paris. Unsplash.com/Denys Nevozhai
Tak Perlu Naik Menara Eiffel, Turis Bisa Menikmati Pemandangan Kota Paris Gratis di Gedung Ini

Galeries Lafayette Paris Haussmann, sebuah bangunan abad ke-19, bisa jadi alternatif Menara Eiffel.