TEMPO.CO, Surabaya - Kelangkaan pasir berkontribusi besar terhadap inflasi November 2015 di Jawa Timur. Penyebabnya diduga akibat ditutupnya seluruh tambang pasir ilegal di banyak daerah pascatragedi pembunuhan Salim Kancil di Kabupaten Lumajang pada September.
“Jawa Timur pada bulan ini mengalami inflasi sebesar 0,06 persen dan pasir pertama kalinya menyumbang inflasi,” kata Kepala Badan Pusat Statistik Jawa Timur M. Sairi Hasbullah kepada wartawan di Surabaya, Selasa, 1 Desember 2015.
Untuk pertama kalinya, pasir menempati urutan keempat sebagai kontributor terbesar inflasi Jawa Timur, yakni sebesar 0,0157 persen. Sumbangsih tertinggi diberikan daging ayam ras sebesar 0,0316 persen, rokok kretek filter 0,0236 persen, dan telur ayam ras 0,0199 persen.
Kontribusi pasir terhadap inflasi ini, kata Sairi, merupakan sinyal bahwa tingkat pembangunan infrastruktur sedang tinggi. “Ini peringatan kalau permintaan terhadap pasir juga tinggi namun persediaan kurang," kata dia sambil menambahkan, "Sehingga pasir yang jarang sekali berkontribusi terhadap inflasi, sekarang ini menjadi kontributor keempat terhadap inflasi.”
Sairi tak menampik jika inflasi akibat komoditas pasir berkaitan dengan kasus tambang pasir ilegal yang terjadi di Lumajang. Namun dia menyatakan kaitan itu masih perlu diteliti lebih jauh. "Apakah karena memang November ini puncak pembangunan infrastruktur yang membuat persediaan pasir jadi kurang, atau karena itu (tambang pasir Lumajang)," katanya.
Sairi juga menjelaskan kalau rokok kretek filter menjadi kontributor inflasi tertinggi kedua ditengarai karena kebijakan pemerintah pusat. Dia menunjuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 198/PMK.10/2015 tentang Perubahan Kedua PMK 179/PMK.011/2012 tentang tarif cukai rokok mengalami kenaikan 11,19 persen per 1 Januari 2016. Hal itu memicu terjadinya kenaikan harga rokok kretek filter dan rokok kretek.
Sairi mengakui rokok selalu menjadi komoditi penyumbang inflasi Jawa Timur. Penyebabnya ialah ketergantungan terhadap impor bahan baku tembakau. "Jawa Timur itu walaupun pusat tembakau, tapi impor tembakau itu masih sangat tinggi," katanya.
ARTIKA RACHMI FARMITA