TEMPO.CO, Purwakarta - Budayawan Sunda, Dedi Mulyadi, mengecam ucapan pendiri Front Pembela Islam, Habib Riziq Shihab, yang telah memelesetkan kata "sampurasun" menjadi "campur racun". "Dia telah bersikap gegabah," katanya kepada Tempo, Rabu, 25 November 2015.
Menurut Dedi, sesuai dengan terminologi bahasa Sunda, sampurasun berasal dari kata "sampuraning isun". "Artinya, 'sampurnakeun diri aranjeun' (sempurnakanlah diri kalian). Jadi kata sampurasun itu sejatinya doa. Lalu jawabannya, 'rampes' artinya mengiyakan," Dedi berujar.
Dedi mengatakan, jika kemudian kata sampurasun oleh Riziq diplesetkan menjadi campur racun, artinya menjadi sebuah kata yang sangat naif dan cenderung mendiskreditkan bahasa ibunya orang Sunda yang sangat dijunjung tinggi itu. Salam khas Sunda itu menjadi sebuah keniscayan. "Jika dalam setiap pertemuan atau acara khusus sesama orang Sunda, salam kesundaan itu selalu diucapkan."
Dedi yang juga Bupati Purwakarta itu mengungkapkan, Islam dalam perkembangannya di Tanah Air, termasuk di tanah Sunda, selalu adaptif dengan kebudayaan dan menjunjung tinggi kearifan lokal yang berkembang di masyarakat.
"Islam itu kan rahmatan lil'alamin, jadi semestinya plesetan bahasa ibu orang Sunda itu tidak usah terjadi," katanya. Untuk itu, menurut Dedi, alangkah bijak jika Riziq meminta maaf atas kekeliruannya.
Riziq memelesetkan kata sampurasun menjadi campur racun saat menjadi penceramah pada acara tablig akbar di Pasar Rebo, Purwakarta, yang digelar Senin, 15 November 2015. Plesetan ini kemudian beredar luar di media sosial dan mendapat kecaman keras, terutama dari kalangan komunitas suku Sunda.
NANANG SUTISNA