TEMPO.CO, Jakarta - Badan Narkotika Nasional menangkap anggota kepolisian yang bertugas di Direktorat Narkoba Kepolisian Daerah Kalimantan Timur berinisial AM. Anggota tersebut diduga sebagai bandar dan pengendali peredaran narkotik jaringan Aceh, Medan, Balikpapan, dan Jakarta.
Deputi Bidang Pemberantasan Badan Narkotika Nasional Inspektur Jenderal Deddy Fauzi El-Hakim mengatakan AM telah menjadi pengedar sejak 2010. "Alasannya, supaya cepat kaya," kata Deddy di kantor BNN pada Senin, 23 November 2015.
Menurut data yang dihimpun BNN, kekayaan AM menggunung untuk ukuran aparat. Pria 37 tahun tersebut memiliki empat rumah, dua kavling tanah kosong, serta kos-kosan yang sedang dalam tahap pembangunan. Saat rumahnya digeledah, BNN menyita uang sebesar Rp 58 juta. "Kekayaan lainnya masih kami telusuri," ujar Deddy.
AM ditangkap bersama empat tersangka lainnya. Mereka adalah B, 37 tahun, pria; J (31), pria; S (26), pria; dan MD (24). Mereka sudah diintai selama dua bulan. Barang buktinya berupa sabu seberat 1.080,63 gram serta 141 butir ekstasi.
Peredaran sabu dan ekstasi itu terendus ketika B dan J membawa sabu di dalam tas selempang dari Medan ke Balikpapan. Mereka menggunakan jalur udara. Setibanya di Bandara Sepinggan, mereka dijemput oleh S, kurir AM. Ketiganya kemudian dibekuk dengan barang bukti 1.080, 63 gram sabu di sebuah hotel di Jalan Syarifudin Yoes, Kelurahan Gunung Bahagia, pada Selasa, 17 November 2015. B dan J mengaku dijanjikan uang sebesar Rp 20 juta sebagai kurir. Sedangkan S hanya dijanjikan upah sewa mobil.
Menurut Deddy, S baru mengenal AM selama lima bulan terakhir. Setiap satu bulan, S diperintah untuk mengambil narkoba sebanyak dua kali. Dari informasi S, polisi memutuskan kembali mengawasi hotel untuk menangkap AM keesokan harinya. Namun yang tertangkap adalah MD, yang membawa 141 butir ekstasi. MD mengaku akan mengantarkan barang untuk AM di sebuah kamar hotel. Berdasarkan keterangan tersebut, AM ditangkap di sebuah kamar hotel.
Kelima tersangka diancam Pasal 114 ayat 2 juncto Pasal 132 ayat 1, Pasal 112 ayat 2 juncto Pasal 132 ayat 1. Mereka diancam maksimal hukuman mati dan penjara seumur hidup. "Mereka itu pelaku pembunuhan berencana," tutur Deddy.
VINDRY FLORENTIN