TEMPO.CO, Jakarta - PT Freeport memilih bersikap pasif dan pasrah menunggu keputusan pemerintah ihwal divestasi saham yang sedang ramai dibicarakan saat ini. Sebab, keputusan divestasi memang sepenuhnya berada di tangan pemerintah.
VP Corporation Communication Riza Pratama mengatakan perusahaannya memilih menunggu hasil revisi peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral terkait dengan divestasi Freeport. Menurut dia, divestasi langsung atau melalui penjualan saham di pasar modal sama saja. Dia juga menegaskan, perusahaannya tidak akan memilah-milah pembeli sahamnya kelak.
Baca Juga:
“Kami mengikuti maunya pemerintah saja,” ucap Riza ketika dihubungi, Sabtu, 22 November 2015. Apa pun cara divestasi kelak, ujar dia, yang penting harus didasari landasan hukum yang sah dan kuat.
Opsi initial public offering (IPO) adalah urutan ketiga pilihan divestasi yang bisa dilakukan Freeport. Pertama, Freeport harus menawarkan saham kepada pemerintah. Bila pemerintah tidak mengambilnya, opsi akan jatuh kepada badan usaha milik negara. Opsi kedua adalah badan usaha milik daerah. Ketiga, saham bisa ditawarkan kepada swasta. Namun masalahnya opsi IPO ini belum memiliki landasan hukum bagi Freeport untuk melakukannya.
Rencana Freeport mengambil opsi IPO sudah beredar jauh-jauh hari. Banyak perusahaan sudah berancang-ancang untuk membeli saham Freeport. Hasrat yang sama juga ditunjukkan Kementerian Badan Usaha Milik Negara. Bahkan Menteri BUMN Rini Soemarno sudah melayangkan surat resmi untuk menyatakan kesanggupan.
Untuk pembelian saham itu, Kementerian BUMN akan menggunakan PT Aneka Tambang (Persero) Tbk dan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero). Jika Freeport jadi melepas sahamnya sekitar 10,64 persen, Kementerian BUMN akan memiliki 20 persen saham. Sedangkan jumlah saham yang dimiliki Kementerian BUMN saat ini hanya 9,26 persen.
ANDI RUSLI
Baca juga:
Selingkuh Bisnis-Politik Soal Freeport: Begini Nasib Setyo Novanto
Setya Novanto Didesak Mundur: Bila Tak Mau, Ada Ancamannya