TEMPO.CO, Jakarta - Majelis hakim yang memeriksa perkara terdakwa Ilham Arief Sirajuddin menolak keberatan atau eksepsi mantan Wali Kota Makassar itu. "Dengan ini menyatakan eksepsi terdakwa tidak dapat diterima," kata ketua majelis hakim Tito Suhud, membacakan putusan sela di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Kamis, 19 November 2015.
Hakim memutuskan keseluruhan permohonan dalam nota keberatan Ilham tidak bisa diterima. "Pemeriksaan dalam perkara ini harus dilanjutkan," ujarnya. Setelah berdiskusi dengan jaksa penuntut umum, terdakwa, dan penasihat hukum, hakim memutuskan persidangan dilanjutkan pada Kamis, 26 November 2015, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi yang diajukan jaksa.
Setelah mendengarkan putusan sela yang dibaca hakim, Ilham berkonsultasi sejenak dengan penasihat hukumnya. "Pada dasarnya kami mengerti (putusan hakim)," kata Ilham. "Kami siap untuk agenda persidangan berikutnya, mendengarkan saksi-saksi."
Bekas Wali Kota Makassar dua periode itu didakwa melakukan korupsi proyek rehabilitasi PDAM Kota Makassar pada 2006-2012. Ia dituntut dengan ancaman pidana dalam Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Ilham didakwa memperkaya Hengky Widjaja selaku Direktur Utama PT Traya Tirta Makassar sebesar Rp 40.339.159.843. Perbuatan Ilham dan Hengky disangka telah memperkaya Ilham sebesar Rp 5,5 miliar. Perbuatan keduanya diduga merugikan keuangan negara sekitar Rp 45,8 miliar.
BACA: Sidang Perdana, Ilham Arief Didakwa Korupsi Rp 5,5 Miliar
Dalam sidang pembacaan eksepsi pada 29 Oktober lalu, pengacara Ilham, Johnson Panjaitan, menyatakan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili kasus yang menjerat kliennya. Menurut dia, kasus tersebut seharusnya disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Makassar.
Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi menanggapi eksepsi Ilham pada 5 November 2015. Jaksa berkeras bahwa sidang kasus korupsi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Makassar dengan terdakwa Ilham tetap digelar di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
BACA : Ilham Arief Ditahan, JK: Prihatin, Kasihan
Seusai persidangan, Ilham mengatakan pihaknya akan membuktikan dalam persidangan nanti. "Kami minta jaksa menghadirkan saksi-saksi. Insya Allah kami akan membuktikan. Kita akan masuk agenda pembuktian melalui saksi-saksi. Kita lihat saja," katanya. Ilham menyatakan menerima putusan hakim. "Kami ikuti. Nanti kami lihat perkembangannya."
Jaksa penuntut umum yang diwakili Wiraksajaya mengatakan akan mendatangkan saksi dalam persidangan nanti. Namun ia belum memastikan nama saksinya. "Kami mengadakan rapat dulu dengan tim," katanya kepada Tempo. "Pada intinya, hakim mengatakan perkara akan memasuki materi dan dilakukan pemeriksaan."
Johnson Panjaitan menilai hakim dan jaksa bersikap normatif dalam memutus eksepsinya. Ia mengatakan persidangan lebih baik diadakan di daerah, yakni di Pengadilan Negeri Tipikor di wilayah Pengadilan Negeri Makassar. "Lebih bagus disidangkan di daerah. Subyektif saya mengatakan akan mendatangkan keadilan lokal jika sidang di daerah," ujarnya.
Menurut dia, jika persidangan digelar di Makassar, warga Makassar juga bisa menyaksikan persidangan. "Kalau pengadilan di sana (Makassar), kita semua bisa belajar apakah benar tipikor ini menimbulkan kepastian hukum dan rasa keadilan buat masyarakat Makassar, yang menurut jaksa KPK dikorupsi airnya."
Ia juga menilai hakim di daerah lebih berani dan lebih adil daripada di Jakarta. Soal saksi meringankan, Johnson mengaku masih merahasiakannya. "Ada saksi dan kami juga akan mengajukan ahli, itu masih menjadi rahasia kami," tuturnya.
REZKI ALVIONITASARI