TEMPO.CO, Bandung - Sejak Januari hingga November 2015, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat menangani 25 kasus satwa liar yang kehidupannya dilindungi Undang-undang tentang konservasi alam. Kasus tersebut ada yang berasal dari operasi penertiban kepemilikan satwa hingga penyerahan sukarela dari masyarakat. Kasus pembunuhan seekor macan tutul di Cikelet Garut, tak terungkap pelakunya.
Penanganan kasus itu pada Januari terkait penangkapan seekor ular sanca kembang atau piton oleh warga Rancaekek, dan penyitaan sisik trenggiling seberat 263 kilogram di kantor pos Cibinong, Bogor. Pengirimnya memakai alamat palsu, dan pengambil barangnya pun tak muncul. “Konon sisik itu bisa untuk pembuatan narkotika dan obat-obatan,” ujar Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat Sylvana Ratina, Jumat, 20 November 2015.
Pada Februari, petugas bersama kepolisian menyita 33 ekor dari 18 jenis satwa, seperti kuskus, kasturi raja, kakatua Maluku, nuri kepala hitam, beruang madu, kucing hutan, di Kadungora, Garut. Kemudian operasi penertiban di sebuah mall di Bandung menyita kancil, julang, kakatua Seram, dan bultok Jawa.
Operasi Maret menyita 23 ekor satwa berupa kura-kura moncong babi, elang, tukik, dan penyu di Jalan Peta, Bandung. Selain itu ada sitaan seekor burung elang brontok, dan penyerahan seekor owa jawa dari seorang warga di Cibiru, Bandung.
Di bulan April, warga Gunung Simpang menangkap seekor macan tutul dan dititipkan di Taman Safari Bogor. Operasi lain menyita seekor elang ular bidao di Gadog, Bogor. Berikutnya penyerahan satwa dilindungi oleh masyarakat di sekitar Bandung seperti siamang dan kukang, kemudian kakatua besar jambul kuning, serta elang ular, dan elang bondol.
Kemudian petugas juga menyelamatkan seekor macan tutul jantan di sekitar Gunung Syawal, Ciamis. Sementara warga di sekitar Kawah Putih, Bandung, menghalau seekor macan tutul yang keluar hutan. “Bisa jadi karena kemarau panjang, sumber air kering dan pakan berkurang karena babi hutan diburu,” kata Sylvana. Menurutnya, konflik macan tutul dengan warga tahun ini cukup ramai, diduga akibat kondisi cuaca dan alam habitatnya yang berubah.
Seluruh satwa-satwa sitaan tersebut dititipkan tersebar di sejumlah lembaga konservasi seperti kebun binatang, dan tempat rehabilitasi satwa sejumlah yayasan konservasi. “Mereka wajib menerima satwa tersebut. Kalau kami masih kesulitan membuat tempat rehabilitasi sendiri,” ujar Sylvana.
ANWAR SISWADI