TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto mengatakan sudah mengetahui beredarnya transkrip percakapan seorang anggota DPR berinisial SN dengan dua orang lain, yaitu R dan MS, terkait dengan negosiasi perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia dan permintaan saham. SN diduga sebagai Setya Novanto.
Kendati terpojok, Setya santai menanggapinya. "Tindakan yang akan dilakukan? Yang jelas saya akan konsentrasi kepada posisi sebagai pemimpin DPR ini, dan semoga tetap bisa berjalan dengan sebaik-baiknya," kata Setya Novanto di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa, 17 November 2015.
Menurut Setya, ia tidak pernah mencatut nama Presiden Joko Widodo untuk turut campur dalam perpanjangan kontrak PT Freeport. Adapun di dalam transkrip yang beredar, Setya diduga mengatakan sebaliknya. "Presiden Jokowi itu dia sudah setuju di sana di Gresik, tapi pada ujung-ujungnya di Papua. Waktu saya ngadep itu, saya langsung tahu ceritanya ini waktu rapat itu terjadi sama Darmo... Presiden itu ada yang mohon maaf ya, ada yang dipikirkan ke depan, ada tiga...," kata Setya dalam transkrip.
Selain membawa nama Presiden Joko Widodo, dalam transkrip tersebut Setya beberapa kali menyebut nama Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan. "Kalau enggak salah, Pak Luhut itu bicara dengan Jimbok. Pak Luhut itu sudah ada yang mau diomong," ujarnya.
Transkrip sebanyak tiga halaman tersebut itu tersebar luas setelah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said melapor ke Mahkamah Kehormatan Dewan soal adanya anggota DPR yang menjual nama Presiden Joko Widodo dalam perpanjangan kontrak Freeport.
DESTRIANITA K.
Baca juga:
Prancis Vs ISIS: Inilah 5 Kejadian Baru yang Menegangkan!
Tekan ISIS, Presiden Prancis Kirim Kapal Induk