TEMPO.CO, Jakarta - Warga Pulau Nusa Lembongan, Kabupaten Klungkung Bali berhasil mengembangkan budi daya rumput laut dan pariwisata secara bersama-sama.
Wisatawan, tidak hanya menikmati keindahan alam bawah lautnya, juga menyaksikan panen rumput laut dan rindangnya hutan mangrove. Mereka berkreasi menciptakan paket tour.
Contohnya pada Jumat, 13 November 2015, beberapa kelompok wisatawan asal Cina mendatangi Desa Jungut Batu di Nusa Lembongan.
Mereka diberikan penjelasan soal rumput laut yang berada di Dusun Klod, Nusa Lembongan. Ini pulau yang berpenduduk 5.000 jiwa dan sebagian besar mata pencaharian warganya jadi petani rumput laut dengan area seluas 230 hektar.
Menurut Ketua Kelompok Segara Raksa Wayan Suarbawa, masing-masing kepala keluarga petani rumput laut memiliki tanaman rumput laut hingga 400 meter persegi.
Pada setiap 100 meter persegi mampu menghasilkan satu kwintal. ‘’Petani rumput laut di sini tetap semangat walaupun saat ini rendah harganya,’’ kata Wayan Suarbawa kepada rombongan wartawan yang mengikuti lokakarya kelautan yang diselenggarakan Society Indonesia of Environment Journalist (SIEJ).
Tetapi persinggahan ke petani rumput laut baru masih sekedar menjadi obyek saja. Petaninya belum memperoleh pendapatan dari persinggahan kunjungan tersebut.
Paket wisata itu berawal dari Pelabuhan Benoa di Badung Bali. Setelah mendarat dengan kapal cepat di Nusa Lembongan, wisatawan bisa melihat keindahan karang di bawah air, dan kemudian melakukan wisata Mangrove Forest (bakau-Rhizophora apiculata) menumpang sampan.
Wisata mangrove melalui alur perairan laut di sela hutan bakau tersebut sejauh sekitar 500 meter. Setiap sampan bisa memuat empat orang. Nah, di sana ada sekitar 40 sampan penduduk yang siap melayani wisata sekitar 30 menit tersebut.
Untuk menggunakan jasa sampan tersebut, Ketut Indrawan, yang sejak lima tahun terakhir ini membawa wisatawan kelilling hutan bakau. Untuk wisatawan lokal tarifnya Rp 50 ribu. ‘’Tetapi jika wisatawan asing, ia bisa meminta ongkos per orang Rp 100 ribu,’’ ucapnya.
.
Menurut Indrawan, saat ini sedang banyak wisatawan asal Cina dan Jepang yang datang berkunjung. ‘’Banyak yang mengatakan senang melihat hutan bakau ini. Di kampungnya tidak ada,’’ kata Indrawan mengutip komentar wisatawan yang dilayaninya.
SUPRIYANTHO KHAFID