TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Divisi Advokasi dan Hak Sipil Politik Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Putri Kanisia mengatakan, pemerintah Indonesia tidak perlu reaktif dalam melihat International People’s Tribunal tentang tragedi 1965 di Den Haag, Belanda, "Pengadilan rakyat itu meskipun bentuknya seperti pengadilan umum, hasilnya adalah rekomendasi untuk pemerintah menindaklanjutinya," kata Putri di kantor KontraS, Jakarta, 10 November 2015.
Ia mengatakan bahwa rekomendasi akan diberikan pada pemerintah sebagai pihak yang dianggap bertanggung jawab atas terjadinya tragedi 1965. Pada 2012, katanya, Komnas HAM mengeluarkan surat kasus 1965 yang merupakan pelanggaran HAM berat. "Saat itu pemerintah tidak menindaklanjuti," ujar dia.
Ia mengatakan kalaupun pemerintah menganggap IPT ini mengulang masa lalu dan membangkitkan luka lama, ini menjadi cara negara untuk melihat masa lalu bahwa ada banyak korban dari insiden 1965. "Ini menjadi waktu untuk negara melakukan koreksi tindakan kekerasan dan diskriminasi terhadap pelanggaran HAM masa lalu," kata dia.
Ia mengatakan, negara tidak bisa mengabaikan IPT dan tidak perlu buru-buru mengatakan ini tindakan untuk mengulang masa lalu. "IPT ini menghasilkan rekomendasi yang diharapkan ditindaklanjuti pemerintah seperti membuka ruang rekonsiliasi bagi pemerintah," katanya.
Ia beranggapan, ketika pemerintah mengakui ada dugaan pelanggaran HAM masa lalu, ini menjadi tanggung jawab moral pejabat publik untuk melihat pelanggaran kasus masa lalu yang belum selesai. "Butuh kerendahan hati dari pemerintah mengakui kesalahan sehingga perlu ada rehabilitasi korban," katanya. (Lihat video Ungkap Peristiwa 1965 Pengadilan Rakyat Digelar Di Belanda)
Selain itu, ia mengatakan bahwa IPT muncul karena memang proses hukum di Indonesia terhadap korban tidak pernah direspons negara. "Tidak ada usaha dari pemerintah sehingga mungkin itu penyebab IPT dicetuskan," katanya.
"Empat hari ini jadi pembuktian apakah pelanggaran HAM berat benar terjadi. Pemerintah jangan sampai menganggap bahwa IPT ini sebagai penghukuman terhadap pelaku sehingga harus dihakimi dalam persidangan," ujar dia mengakhiri.
ARKHELAUS WISNU